SURATDOKTER.com- Dalam kehidupan sehari-hari yang semakin terpapar oleh media sosial, kita perlu mempertimbangkan secara serius dampak negatifnya terhadap kesehatan mental.
Generasi Z, yang tumbuh di era digital, memiliki keterkaitan yang kompleks dengan media sosial, yang ternyata dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental, dikenal sebagai Gangguan Kecemasan Media Sosial.
Merasakan lahir di dunia yang sangat digital, generasi ini justru memiliki risiko besar terpapar Gangguan Kecemasan Media Sosial.
Hasil survei dari McKinsey Health Institute menunjukkan bahwa Generasi Z, yang saat ini berusia antara 11-26 tahun, memiliki hubungan yang kompleks dengan media sosial (medsos).
Menariknya, hasil survei ini menyatakan bahwa generasi baby boomers (1946-1964) justru lebih menikmati penggunaan medsos dibandingkan anak-anak atau cucu-cucu mereka.
Baca Juga: Mengapa Pernikahan Golongan Darah Rhesus Positif dengan Negatif Bisa Berbahaya? Berikut Alasannya!
Gangguan Kecemasan Media Sosial, atau yang lebih dikenal sebagai Gangguan Kecemasan Media Sosial, semakin sering terjadi.
Gangguan ini terjadi ketika kita menggunakan media sosial dengan cara yang mengurangi kesejahteraan fisik dan mental.
Ciri-ciri gangguan ini biasanya sulit untuk mengatur waktu di media sosial, merasa tambah cemas dan sedih, memiliki pandangan negatif tentang diri sendiri, sulit tidur, dan merasa hidup kurang memuaskan.
Ketergantungan pada media sosial dapat benar-benar memperburuk kesehatan mental, dan individu yang mengalami Gangguan Kecemasan Media Sosial mungkin lebih memilih interaksi online daripada hubungan nyata atau aktivitas di dunia nyata.
Penting bagi kita untuk memahami dan memberikan perhatian terhadap tanda-tandanya, sehingga kita dapat mengambil langkah-langkah positif untuk mengurangi dampak negatifnya.
Fenomena social media anxiety disorder di era media sosial
Pertumbuhan fenomena Social Media Anxiety Disorder( SMAD) menjadi perhatian serius, terutama di era digital saat ini. Data dan survei terkini menunjukkan angka yang cukup meresahkan.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Depression and Anxiety tahun 2017 mencatat bahwa jumlah remaja yang terkena SMAD mengalami peningkatan yang signifikan, dari 1,6% pada tahun 2007 menjadi 5,4% pada tahun 2015.