• Senin, 22 Desember 2025

Ketika Anak Mulai Mengandalkan ChatGPT untuk PR: Begini Cara Orang Tua Menyikapinya

Photo Author
- Sabtu, 27 September 2025 | 18:00 WIB
Ketika anak mulai mengandalkan ChatGPT untuk PR
Ketika anak mulai mengandalkan ChatGPT untuk PR

SURATDOKTER.comAI sudah masuk ke meja belajar. Survei Pew Research Center tahun 2024 mencatat sekitar seperempat remaja AS (usia 13–17 tahun) pernah memakai ChatGPT untuk tugas sekolah; proporsi ini naik dua kali lipat dibanding 2023.

Artinya, diskusi di rumah bukan lagi “boleh atau tidak”, melainkan bagaimana anak menggunakan AI dengan aman, etis, dan tetap belajar.

Baca Juga: Ketakutan Kehilangan Pekerjaan karena AI: Alarm Bagi Kesehatan Mental Pekerja Indonesia

1. Tetapkan fungsi AI: tutor dan mesin ide, bukan penulis tugas

Dorong anak menggunakan AI untuk menjelaskan konsep sulit, memberi contoh langkah kerja, atau memetakan ide awal. Hasil akhir harus tetap buah pikirannya sendiri agar otak “berlatih” dan kemampuan menulis-berpikirnya berkembang. Prinsip ini sejalan dengan panduan literasi AI yang menekankan pemakaian untuk dukungan belajar, bukan pengganti proses belajar.

2. Ajarkan “cek fakta bareng”

AI sesekali memberi jawaban keliru (hallucination) atau bias. Orang tua bisa melatih kebiasaan verifikasi: cocokan materi sekolah atau sumber tepercaya dengan keluaran chatbot, dan minta anak menunjukkan dari mana angka/definisi berasal. Sumber pendidikan tinggi seperti MIT Sloan EdTech menegaskan pentingnya kesadaran akan halusinasi dan bias AI serta strategi mitigasinya.

3. Jangan bergantung pada “detektor AI”

Alat pendeteksi tulisan AI sering salah menandai karya siswa, sehingga tidak dapat diandalkan sebagai solusi integritas akademik. Fokus yang lebih aman adalah kebijakan kelas/rumah yang jelas tentang penggunaan AI, plus penilaian proses (kerangka, draf, catatan sumber).

4. Buat “Family Media Plan” khusus AI

Gunakan rencana media keluarga dari American Academy of Pediatrics sebagai kerangka: tentukan kapan, di mana, dan untuk apa AI boleh dipakai; sisipkan zona bebas gawai (misalnya saat makan/satu jam sebelum tidur); dan tetapkan aturan privasi (tanpa unggah data pribadi/foto rumah).

Baca Juga: Cina Menjadi Pelopor Dengan Meluncurkan Rumah Sakit Dengan 14 AI Dokter

5. Keamanan & privasi di depan

Ingatkan bahwa chatbot bukan teman. Larang berbagi informasi pribadi, gambar rumah, atau curhat sensitif. Organisasi psikologi menekankan bahwa remaja perlu terus diingatkan bahwa konten AI bisa tidak akurat, dan interaksi sebaiknya tidak menggantikan relasi manusia atau nasihat profesional.

Sudut Pandang Psikologi: Menghindari “ketergantungan kognitif”

  • Metakognisi & growth mindset. Ketika AI menulis tugas, anak kehilangan latihan merencanakan, mengevaluasi, dan merevisi—inti dari metakognisi yang menentukan keberhasilan akademik. Orang tua bisa membiasakan pertanyaan pemandu: “Apa yang kamu pahami?”, “Sumbernya apa?”, “Kalau AI salah, bagaimana kamu memperbaikinya?”. Pendekatan “deliberate friction” (melambat sejenak untuk memeriksa) membantu anak tidak menelan mentah-mentah jawaban AI.
  • Motivasi & efikasi diri. Ketika anak menyelesaikan bagian tersulit sendiri, otaknya belajar bahwa usaha menghasilkan kemajuan; ini meningkatkan efikasi diri dan menurunkan kecemasan akademik. Gunakan AI sebagai “tangga”, bukan “lift”—alat bantu untuk naik setapak, bukan melompat ke puncak.
  • Kesehatan mental & batasan emosional. Hindari meminta nasihat pribadi dari chatbot dan arahkan ke orang tua/guru/konselor jika menyangkut isu sensitif. Lembaga psikologi memperingatkan risiko salah saran, oversharing, dan penggantian hubungan nyata.

Checklist Praktis untuk Orang Tua

  1. Kesepakatan rumah: apa tujuan penggunaan (tutor/ide), aplikasi yang diizinkan, waktu & lokasi pemakaian.
  2. Proses belajar: minta anak menyertakan prompt, ringkasan sumber, dan catatan revisi agar terlihat proses berpikirnya (bukan hanya hasil).
  3. Verifikasi 2-sumber: setiap klaim penting dicek ke buku ajar/jurnal/situs tepercaya.
  4. Privasi: larang unggah foto/identitas; ingatkan AI bukan manusia.
  5. Refleksi mingguan: apa yang AI bantu? di bagian mana anak masih bingung? apa rencana belajar pekan depan?

 Baca Juga: Studi Mengungkapkan Menghabiskan Waktu Terlalu Banyak Dengan AI Akan Memperburuk Keterampilan Sosial

AI bisa mempercepat pemahaman jika diposisikan sebagai pelatih belajar—bukan tukang kerjakan PR.

Dengan aturan jelas, kebiasaan cek fakta, dan pendampingan psikologis yang mendukung kemandirian berpikir, anak akan memanen manfaat AI tanpa kehilangan kemampuan inti yang justru dibangun oleh proses belajar.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Afida Rafi

Sumber: American Academy of Pediatrics, CNN, Pew, American Psychological Association (APA), MIT News

Tags

Artikel Terkait

Terkini

7 Nilai Utama yang Perlu Diajarkan Pada Anak Lelaki

Minggu, 30 November 2025 | 23:31 WIB

7 Nilai Utama yang Perlu Diajarkan pada Anak Perempuan

Minggu, 30 November 2025 | 23:30 WIB

Tips Menghadapi Anak Balita yang Sedang Tantrum

Minggu, 30 November 2025 | 22:51 WIB

Terpopuler

X