SURATDOKTER.com - Setiap orang memiliki warna favorit yang terasa “mewakili dirinya.” Ada yang menyukai biru karena menenangkan, ada yang suka merah karena memberi semangat, atau hijau karena terasa alami.
Dalam psikologi, preferensi warna ini sering dikaitkan dengan emosi dan cara seseorang mengekspresikan diri.
Namun, banyak klaim yang beredar di media sosial — seperti pernyataan bahwa orang dengan gangguan mental atau psikopat lebih sering menyukai warna biru — tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Warna memang bisa memengaruhi perasaan, tapi tidak bisa digunakan untuk menilai kepribadian atau kesehatan mental seseorang.
Baca Juga: Mengenal Warna Kotoran Mata dan Artinya bagi Kesehatan
Penjelasan Ilmiah tentang Psikologi Warna
Psikologi warna mempelajari bagaimana warna memengaruhi persepsi, emosi, dan perilaku manusia. Misalnya:
- Biru sering dikaitkan dengan ketenangan dan rasa aman. Warna ini bisa menurunkan tekanan darah dan membuat seseorang merasa lebih stabil secara emosional.
- Merah memicu energi, gairah, dan semangat, tetapi juga bisa meningkatkan detak jantung dan menimbulkan kesan agresif bila berlebihan.
- Kuning memunculkan optimisme, tetapi jika terlalu terang dapat menimbulkan rasa cemas.
- Hijau memberi kesan keseimbangan, kesegaran, dan kedamaian karena identik dengan alam.
Meskipun demikian, respon terhadap warna sangat dipengaruhi oleh budaya, pengalaman pribadi, dan konteks lingkungan.
Artinya, warna biru bisa menenangkan bagi seseorang, tetapi bisa terasa sedih bagi orang lain — tergantung asosiasi emosional yang terbentuk sejak kecil.
Benarkah Warna Bisa Menunjukkan Kepribadian atau Gangguan Mental?
Hingga kini, tidak ada penelitian yang membuktikan bahwa warna favorit tertentu dapat mengindikasikan gangguan mental seperti depresi, skizofrenia, atau psikopati.
Studi yang dilakukan oleh University of California dan University of Cambridge hanya menemukan korelasi ringan antara warna dan suasana hati, bukan kepribadian.
Baca Juga: Cek Indikasi Kesehatan Kamu dari Warna Kuku Alamimu!
Sebagai contoh, seseorang yang sedang depresi mungkin lebih sering memilih pakaian berwarna gelap, tapi hal itu disebabkan oleh perasaan saat itu, bukan sifat permanen.
Begitu juga dengan klaim bahwa “psikopat suka warna biru,” ternyata berasal dari tes warna Luscher, metode lama yang kini dianggap tidak valid secara ilmiah.
Sebagian besar orang di dunia justru menyukai warna biru — sekitar 42% responden global menyebut biru sebagai warna favorit, termasuk orang tanpa gangguan kejiwaan. Jadi, klaim tersebut lebih bersifat mitos populer, bukan fakta ilmiah.
Artikel Terkait
Cara Menghadapi Tekanan Kerja agar Kesehatan Mental Tetap Terjaga
Sangat Bepengaruh! Ini Efek Trauma Masa Kecil terhadap Pola Komunikasi Dewasa
Crab Mentality: Saat Keberhasilan Orang Lain Justru Jadi Ancaman
Benarkah Sering Posting Olahraga di Media Sosial Tanda Masalah Psikologis? Ini Penjelasan Ahli
Apakah Menatap Pria Berotot Bisa Tingkatkan Kesehatan Wanita? Fakta & Latar Belakang Medisnya