SURATDOKTER.com - Pernahkah Anda melihat seseorang yang seolah tak senang melihat keberhasilan orang lain, bahkan berusaha menjatuhkannya?
Fenomena ini dikenal dalam psikologi sosial sebagai crab mentality atau mentalitas kepiting.
Istilah ini diambil dari perilaku kepiting dalam ember: ketika satu kepiting mencoba keluar, kepiting lain justru menariknya kembali ke bawah — sehingga tak satu pun berhasil keluar hidup-hidup.
Dalam konteks manusia, crab mentality menggambarkan pola pikir destruktif di mana seseorang tidak ingin orang lain lebih berhasil darinya. Ia rela menjelekkan, meremehkan, atau bahkan menghalangi kemajuan orang lain, hanya agar dirinya tidak merasa tertinggal.
Baca Juga: Sangat Bepengaruh! Ini Efek Trauma Masa Kecil terhadap Pola Komunikasi Dewasa
Asal-Usul dan Arti Psikologis Crab Mentality
Crab mentality bukan sekadar sifat iri biasa. Secara psikologis, ini merupakan mekanisme pertahanan diri yang muncul dari rasa tidak aman (insecurity) dan rendahnya harga diri.
Seseorang dengan pola pikir ini cenderung menilai kebahagiaan berdasarkan perbandingan sosial, bukan pada pencapaian pribadi.
Mereka merasa keberhasilan orang lain secara otomatis berarti kegagalan bagi dirinya. Karena itu, alih-alih termotivasi, ia justru berusaha menurunkan orang lain agar posisinya terlihat lebih tinggi.
Fenomena ini sering ditemukan di lingkungan kompetitif seperti dunia kerja, kampus, atau bahkan dalam keluarga besar di mana prestasi sering dijadikan ukuran nilai diri.
Ciri-Ciri Orang dengan Crab Mentality
Seseorang yang memiliki mentalitas kepiting biasanya tidak sadar bahwa perilakunya merugikan orang lain — dan dirinya sendiri. Berikut beberapa ciri yang sering muncul:
-
Meremehkan keberhasilan orang lain.
Misalnya mengatakan, “Ah, dia sukses karena beruntung, bukan karena kerja keras.” -
Menolak memberi dukungan atau pujian.
Ia enggan mengakui pencapaian orang lain karena takut terlihat kalah. -
Menyebarkan komentar negatif.
Sering menyindir atau menyebar opini buruk tentang orang yang lebih berhasil. -
Senang jika orang lain gagal.
Ada rasa puas atau lega ketika orang lain mengalami kesulitan.
Artikel Terkait
Ketika Anak Mulai Mengandalkan ChatGPT untuk PR: Begini Cara Orang Tua Menyikapinya
Memahami Psikologi Pasangan: Kunci Hubungan yang Harmonis
Kenapa Pasangan Sering Salah Paham? Begini Penjelasan Psikologinya
Cara Menghadapi Tekanan Kerja agar Kesehatan Mental Tetap Terjaga
Sangat Bepengaruh! Ini Efek Trauma Masa Kecil terhadap Pola Komunikasi Dewasa