SURATDOKTER.com - Di era digital, perusahaan semakin mengandalkan aplikasi kerja untuk mempercepat alur tugas. Harapannya, karyawan bisa bekerja lebih praktis dengan bantuan teknologi.
Namun, riset terbaru menunjukkan bahwa terlalu banyak aplikasi justru menimbulkan masalah baru yang disebut gray work.
Gray work dapat diartikan sebagai pekerjaan tambahan yang muncul karena sistem kerja tidak saling terhubung. Akibatnya, karyawan harus membuka banyak aplikasi, menyalin data secara manual, atau mencari informasi yang tercecer.
Bukannya meningkatkan produktivitas, justru banyak waktu terbuang untuk hal yang sebenarnya tidak perlu.
Baca Juga: Solo Traveling Sehat: Cara Nikmati Long Weekend Sambil Jaga Pikiran Tetap Tenang
Data dan Fakta tentang Gray Work
Berdasarkan laporan Quickbase Gray Work Report pada tahun 2025, yang melibatkan lebih dari 2.000 pekerja penuh waktu dengan berbagai kalangan dan jabatan. Hasil survei menunjukkan:
- 80 persen perusahaan menambah investasi pada aplikasi produktivitas.
- 59 persen pekerja merasa pekerjaan justru makin rumit.
- 73 persen menyatakan aplikasi manajemen proyek membuat informasi sulit dibagikan.
- 75 persen menilai data tidak dapat dilihat secara utuh di 1 sistem.
Kondisi ini membuat banyak karyawan merasa pekerjaan utama mereka tertunda. Waktu habis hanya untuk mengatur aplikasi, bukan menyelesaikan tugas yang bernilai.
Dampak Terbesar di Industri Keuangan
Fenomena gray work paling banyak terjadi pada sektor jasa keuangan dan asuransi. Industri ini sangat bergantung pada data dan dokumen, sehingga sistem yang tidak terintegrasi membuat beban manual meningkat tajam.
Karyawan harus mencatat ulang, menyalin data, hingga melakukan verifikasi ganda yang sebenarnya bisa dihindari jika sistem lebih efisien. Akibatnya, pekerja keuangan kerap menghadapi jam kerja lebih panjang, tenggat waktu tertunda, dan tekanan produktivitas yang meningkat.
Baca Juga: Menghadapi Hari Pertama Kerja: Tantangan Gen Z dan Dampaknya bagi Kesehatan Mental
Dampak Psikologis Gray Work
Fenomena gray work bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga menyentuh sisi psikologis pekerja:
- Meningkatkan stres: pekerjaan tambahan yang berulang membuat karyawan cepat lelah secara mental.
- Menurunkan fokus: sering berganti aplikasi membuat otak kewalahan berpindah konteks, sehingga konsentrasi berkurang.
- Menyebabkan frustrasi: ketika hasil kerja tidak maksimal akibat sistem yang rumit, pekerja merasa usaha mereka tidak sepadan.
- Risiko burnout: beban kerja tambahan yang tidak memberi nilai tambah meningkatkan kemungkinan kelelahan kerja.
Dampak-dampak ini bila dibiarkan dapat memengaruhi kesehatan mental karyawan secara jangka panjang, termasuk kecemasan dan penurunan motivasi kerja.
Apakah AI Bisa Jadi Solusi?
Laporan Quickbase juga menyinggung peran kecerdasan buatan (AI) sebagai solusi untuk mengurangi gray work. Sekitar 72 persen responden memperkirakan anggaran perusahaan untuk AI akan naik tahun depan.
AI dianggap mampu menyatukan data, mengurangi pekerjaan manual, dan membuat karyawan lebih fokus pada tugas bernilai tinggi.
Artikel Terkait
Kenapa Bisa Senang Saat Membuka Blind Box? Mengupas Fenomena Kotak Rahasia yang Bikin Ketagihan
Mengintip Fenomena Passion Economy: Dari Hobi Menjadi Sumber Penghasilan
Kendati Berisiko Tinggi, Remaja Dinilai Perlu Belajar Investasi Kripto untuk Asah Skill Finansial di Era Digital
Mengupas Buah Pikiran Ibnu Khaldun, Sejarawan Muslim yang Mengungkap Siklus Jatuh Bangunnya Negara
Menghadapi Hari Pertama Kerja: Tantangan Gen Z dan Dampaknya bagi Kesehatan Mental