SURATDOKTER.com - Di era digital seperti sekarang, semakin banyak anak muda yang berhasil mengubah hobi menjadi sumber pendapatan. Fenomena ini populer dengan istilah passion economy, yaitu tren global ketika minat atau kesenangan pribadi dikembangkan menjadi karya bernilai dan bahkan bisa menghasilkan uang.
Jika dulu pekerjaan dianggap identik dengan kantor dan jam kerja tetap, kini banyak generasi muda justru menjadikan media sosial dan platform digital sebagai ruang berkarya.
Kreativitas mereka bukan hanya menjadi hiburan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru yang sangat relevan dengan perkembangan zaman.
Baca Juga: Belajar Menikmati Hidup: Mengurangi FOMO dan Mempraktikkan JOMO
Bagaimana Passion Economy Bekerja?
Passion economy pada dasarnya berangkat dari konsistensi dalam menyalurkan hobi. Seorang kreator bisa memulai dengan berbagi hal-hal sederhana sesuai minatnya.
Seiring waktu, karya tersebut menemukan audiens yang merasa terhubung, lalu perlahan terbentuk komunitas.
Dari komunitas inilah nilai ekonomi mulai muncul, baik dalam bentuk iklan, sponsor, hingga penjualan produk atau layanan.
Contoh nyata bisa dilihat dari Nessie Judge, yang memulai dengan ketertarikan pada kisah misteri. Gaya penceritaannya membuat jutaan penonton YouTube menantikan kontennya.
Ada pula Windah Basudara, seorang streamer gaming yang berhasil membangun kedekatan emosional dengan komunitasnya.
Sementara itu, Fadil Jaidi bersama ayahnya menunjukkan bahwa konten sederhana pun bisa berpengaruh besar jika disajikan dengan tulus dan konsisten.
Akar Munculnya Tren Passion Economy
Generasi Z dianggap sebagai motor utama dari tren ini. Terlahir di era internet, mereka tumbuh bersama media sosial sehingga lebih terbiasa mengekspresikan diri di ruang digital.
Pandemi Covid-19 semakin memperkuat tren ini. Ketika banyak orang dipaksa bekerja dari rumah, muncul kesadaran bahwa penghasilan tidak selalu harus datang dari pekerjaan formal. Fleksibilitas, kebebasan berkreasi, dan peluang membangun identitas diri membuat passion economy semakin diminati.
Platform digital juga memainkan peran penting. Kini siapa pun dapat mengunggah karya tanpa harus menjadi selebritas besar. Konsistensi, keunikan, dan kemampuan menjalin koneksi emosional dengan audiens menjadi faktor utama keberhasilan.
Artikel Terkait
Benarkah Game Online Bisa Membuat Anak Jadi Kasar? Menelisik Pengaruh Kecanduan Game Terhadap Karakter Anak
Kenapa Anak Suka Memukul dan Mencubit? Bukan Nakal, Tapi Sinyal yang Perlu Dipahami
Kenapa Anak yang Hampir Remaja Masih Suka Mencubit atau Memukul? Saat Kakak Tak Lagi Kecil Tapi Tetap Kasar
Fenomena Rojali & Rohana: Antara Mall Sepi, Gaya Hidup Digital, dan Dampaknya pada Kesehatan Mental
Belajar Menikmati Hidup: Mengurangi FOMO dan Mempraktikkan JOMO