Kementerian Pendidikan dan pakar kesehatan anak menekankan bahwa gawai tidak boleh dibiarkan sepenuhnya menjadi pengasuh digital. Orang tua perlu hadir mendampingi agar anak tidak hanya aman secara fisik, tetapi juga sehat secara emosional.
Beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan antara lain:
- Membatasi waktu bermain gawai sesuai usia anak.
- Menyaring aplikasi dan game sesuai kategori usia.
- Menjadwalkan waktu bersama anak tanpa gawai, misalnya membaca buku atau aktivitas fisik.
- Menjadi teladan dalam menggunakan gawai secara bijak.
Isu Global dalam Keamanan Digital Anak
Fenomena pembatasan akses game tertentu, seperti pemblokiran Roblox di Qatar, menjadi contoh nyata bahwa keselamatan digital anak adalah isu serius yang diperhatikan secara global.
Langkah ini menuai pro dan kontra, tetapi menegaskan bahwa banyak negara kini lebih fokus pada keamanan anak dalam dunia maya.
Indonesia sendiri dapat belajar dari fenomena ini dengan memperkuat regulasi sekaligus meningkatkan peran keluarga dan sekolah dalam membekali anak dengan keterampilan literasi digital.
Baca Juga: Waspada! Berlebihan Bermain Gadget Dapat Meningkatkan Risiko Sindrom Tech Neck
Anak usia sekolah dasar memiliki daya tiru yang sangat tinggi, sehingga penggunaan gawai tanpa arahan bisa menimbulkan dampak buruk. Literasi digital harus ditanamkan sejak dini, dan pendampingan orang tua menjadi kunci utama.
Gawai seharusnya dilihat sebagai sarana edukasi, bukan hanya hiburan. Dengan pengawasan yang tepat, anak-anak bisa tumbuh sebagai generasi digital yang sehat, aman, dan bijak dalam memanfaatkan teknologi.***
Artikel Terkait
Efek Radiasi Blue Light dari Gadget pada Kesehatan: Sakit Kepala dan Migrain
Bahaya Menatap Layar Gadget: Kasus Gangguan Saraf Mata pada Anak di Lampung Tengah
Waspada! Berlebihan Bermain Gadget Dapat Meningkatkan Risiko Sindrom Tech Neck
Fenomena “Digital Detox”: Benarkah Puasa Gadget Bisa Bikin Hidup Lebih Sehat dan Bahagia?
Mata Anak Dikorbankan Demi Gadget? Kenapa Kacamata Jadi Tren di Usia Dini