SURATDOKTER.com - Menurut informasi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, pria yang identifikasi sebagai gay atau biseksual memiliki risiko 17 kali lebih tinggi untuk terjangkit Infeksi Menular Seksual (IMS) dibandingkan dengan pria yang heteroseksual.
Hal ini disebabkan oleh kecenderungan homoseksual atau biseksual untuk memiliki pasangan yang berubah-ubah dalam menjalani hubungan seksual.
Secara global, angka kasus HIV pada pasangan pria yang berhubungan dengan pria lain terus mengalami peningkatan.
Baca Juga: Saat Anak Mengaku Gay, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?
Pada awalnya, kasus ini lebih umum di negara-negara maju seperti Amerika Serikat pada tahun 1980-an.
Meskipun saat ini angka kasus HIV pada pasangan gay telah mengalami penurunan di negara-negara maju, tetapi kasus tersebut kini mulai menyebar di negara-negara berkembang di Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Ancaman Infeksi Menular pada Pria Gay
Menurut CDC, individu pria yang mengidentifikasi diri sebagai gay atau biseksual memiliki kemungkinan 17 kali lebih tinggi untuk terinfeksi Infeksi Menular Seksual (IMS), termasuk virus human immunodeficiency virus (HIV), dibandingkan dengan pria heteroseksual.
Hal ini dikarenakan kecenderungan homoseksual atau biseksual untuk sering berganti pasangan dalam menjalani aktivitas seksual.
Walaupun begitu, semua individu yang aktif secara seksual, tanpa memandang orientasi seksualnya, memiliki risiko yang sama terhadap IMS.
Oleh karena itu, direkomendasikan bagi semua orang, termasuk homoseksual, biseksual, dan heteroseksual aktif secara seksual, untuk secara rutin melakukan pemeriksaan IMS.
Pasalnya, beberapa infeksi menular seksual, seperti HIV, tidak selalu menunjukkan gejala pada tahap awal.
Lebih lanjut, keberadaan penyakit menular seksual, seperti gonore, dapat meningkatkan risiko penularan HIV atau penyebarannya kepada orang lain.
CDC menyarankan agar pria gay dan biseksual yang aktif secara seksual menjalani pemeriksaan rutin, termasuk:
- HIV (setidaknya setahun sekali).
- Sipilis.
- Hepatitis B.
- Hepatitis C.
- Klamidia dan gonore pada rektum jika seseorang terlibat dalam hubungan seks anal reseptif dalam setahun terakhir.
- Klamidia dan gonore pada penis (uretra) jika seseorang terlibat dalam hubungan seks anal insertif atau menerima seks oral dalam setahun terakhir.
- Gonore pada tenggorokan jika seseorang terlibat dalam seks oral dalam setahun terakhir.
Pada beberapa kasus, dokter atau penyedia layanan kesehatan mungkin juga menyarankan tes darah untuk herpes.
Artikel Terkait
Wajib Tahu, Inilah Bahaya yang Ditimbulkan dari Seks Anal!
Infeksi Vagina Usai Berhubungan Seks: Begini Tips Aman Mencegahnya
Jangan Terlambat, Ketahui Cara Memberikan Pendidikan Seks Pada Anak Sejak Usia Dini
Bukan Hanya LGBT, Ternyata Masih Banyak Orientasi Seksual Lainnya
Saat Anak Mengaku Gay, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?