• Senin, 22 Desember 2025

Kenapa Pasangan Gay Lebih Rentan Terkena HIV?

Photo Author
- Senin, 15 Januari 2024 | 20:44 WIB
Ilustrasi Pasangan Gay  (Freepik/freepik)
Ilustrasi Pasangan Gay (Freepik/freepik)

Apabila seseorang memiliki lebih dari satu pasangan atau terlibat dalam hubungan seks bebas dengan orang yang tidak dikenal, disarankan untuk lebih sering melakukan pemeriksaan IMS, bahkan mempertimbangkan tes HIV lebih sering (misalnya, setiap 3 hingga 6 bulan) agar pengobatan yang efektif dapat diberikan jika terdeteksi adanya infeksi menular.

Data Kasus HIV di Indonesia 

Menurut data yang dirilis oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), selama tahun 2022 tercatat sebanyak 52.955 kasus infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, sekitar 27,54% atau 14.589 kasus HIV terkait dengan risiko homoseksual.

Faktor risiko penularan HIV terbesar selanjutnya adalah perinatal atau kehamilan, dengan 7.153 kasus, diikuti oleh kasus yang terkait dengan hubungan heteroseksual sebanyak 6.895.

Risiko penularan HIV juga terdapat melalui penggunaan alat suntik yang tidak steril, dengan 270 kasus.

Selain itu, terdapat 12.246 kasus HIV yang terkait dengan faktor risiko lain, sementara 11.802 kasus memiliki sumber penularan yang tidak diketahui.

Menariknya, tidak ada laporan kasus penularan HIV yang terkait dengan hubungan biseksual atau transfusi darah sepanjang tahun tersebut.

Dalam hal jenis kelamin, mayoritas kasus HIV di Indonesia pada tahun 2022 melibatkan laki-laki, mencapai 31.218 kasus atau sekitar 58,95% dari total kasus HIV di tingkat nasional pada tahun sebelumnya.

Alasan Pasangan Gay Lebih Rentan Terkena HIV

Berikut adalah beberapa faktor risiko yang perlu diperhatikan:

1. Aktivitas Seks Anal

Mayoritas gay yang terinfeksi HIV mendapatkan virus tersebut melalui hubungan seks anal tanpa penggunaan kondom. Seks anal dianggap sebagai jenis aktivitas seksual dengan risiko tertinggi penularan HIV.

2. Homofobia, Stigma, dan Diskriminasi

Sikap negatif terhadap orientasi seksual non-heteronormatif dapat menjadi hambatan bagi kaum gay dalam mencari pemeriksaan HIV dan mengakses fasilitas kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan HIV.

Homofobia, stigma, dan diskriminasi dapat menghambat upaya-upaya kesehatan yang bersifat preventif.

Dalam konteks seks anal, terdapat dua kategori yang perlu dipahami, yaitu kategori reseptif (penerima) dan kategori insertif (pelaku).

Baca Juga: Bukan Hanya LGBT, Ternyata Masih Banyak Orientasi Seksual Lainnya

Menjadi reseptif saat berhubungan seks anal memiliki risiko yang lebih tinggi karena lapisan dinding anus yang tipis, memungkinkan virus HIV lebih mudah memasuki tubuh.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sofie

Sumber: Hasil Riset Tim SuratDokter

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Bagaimana Sakit Maag Biasa Bisa Berkembang Menjadi GERD?

Minggu, 30 November 2025 | 21:40 WIB

Terpopuler

X