SURATDOKTER.com - Di tengah tekanan inflasi dan ketidakpastian ekonomi global, banyak orang mencari cara sederhana untuk menghibur diri. Fenomena ini bukanlah hal baru.
Sejak beberapa dekade lalu, perilaku membeli “kemewahan kecil” di saat krisis telah diamati dan dikenal dengan istilah lipstick effect. Kini, konsep tersebut berkembang menjadi tren yang lebih luas bernama treatonomics.
Baca Juga: Ketakutan Kehilangan Pekerjaan karena AI: Alarm Bagi Kesehatan Mental Pekerja Indonesia
Dari Lipstick Effect ke Treatonomics
Lipstick effect pertama kali dicatat pada masa Depresi Besar di Amerika Serikat, ketika masyarakat tetap membeli kosmetik meskipun kondisi ekonomi sedang sulit.
Ide dasarnya adalah bahwa orang tetap mencari sedikit hiburan atau kepuasan pribadi di tengah keterbatasan finansial.
Treatonomics merupakan evolusi dari konsep tersebut. Jika lipstick effect terbatas pada barang kecil seperti kosmetik, treatonomics meluas mencakup pengalaman, koleksi, dan barang unik yang memiliki nilai emosional. Generasi muda, terutama Gen Z, menjadi motor penggerak tren ini.
Bagi Gen Z, nilai suatu barang tidak hanya diukur dari fungsinya, tetapi juga dari pengalaman dan cerita yang melekat padanya. Barang-barang seperti mainan edisi terbatas, tiket konser artis internasional, atau merchandise unik seperti boneka Labubu menjadi simbol dari perpaduan antara nostalgia dan budaya digital masa kini.
Gen Z dan Perubahan Pola Konsumsi
Generasi Z tumbuh bersama teknologi digital. Hampir semua memiliki ponsel pintar, dan sebagian besar menghabiskan waktu luang di dunia maya, baik untuk bermain gim, menonton konten hiburan, maupun berinteraksi di media sosial.
Data menunjukkan bahwa pada tahun 2025, Gen Z menyumbang lebih dari sepertiga pengguna baru platform lelang digital, dan lebih dari setengah pembeli koleksi yang baru pertama kali terjun ke dunia kolektor. Pola belanja mereka dipengaruhi oleh tiga faktor utama:
- Nostalgia dengan sentuhan modern – Barang atau pengalaman yang mengingatkan pada masa kecil, tetapi dikemas ulang dengan gaya kekinian.
- Pengaruh media sosial – Tren kecil dapat berubah menjadi fenomena global berkat kekuatan algoritma dan komunitas online.
- Pandangan koleksi sebagai aset – Banyak yang melihat barang langka sebagai bentuk investasi jangka panjang.
Baca Juga: Fenomena Gray Work: Beban Tambahan dari Banyak Aplikasi dan Dampaknya pada Kesehatan Mental
FOMO dan Strategi Kelangkaan
Salah satu alasan tren treatonomics berkembang pesat adalah strategi kelangkaan yang memicu fear of missing out (FOMO).
Artikel Terkait
Fenomena Gray Work: Beban Tambahan dari Banyak Aplikasi dan Dampaknya pada Kesehatan Mental
Tak Lagi FOMO, 4 Kebiasaan Liburan Gen Z yang Mulai Pudar di Tahun 2025
Literasi Digital Sejak Dini: Cara Efektif Lindungi Anak dari Dampak Negatif Game Online
Ketika Situasi Tidak Kondusif: Cara Bijak Orang Tua Menenangkan Anak di Tengah Kondisi Rusuh
Ketakutan Kehilangan Pekerjaan karena AI: Alarm Bagi Kesehatan Mental Pekerja Indonesia