SURATDOKTER.com - Belakangan ini, metode VOC Parenting ramai dibicarakan di berbagai media sosial. Gaya pengasuhan ini mengacu pada pendekatan keras yang mengutamakan kedisiplinan, aturan ketat, dan otoritas penuh orang tua.
Nama VOC sendiri diambil dari Vereenigde Oostindische Compagnie, perusahaan dagang Belanda yang berkuasa di Indonesia pada masa penjajahan, menggambarkan masa-masa keras dan penuh tekanan.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Gentle Parenting dan Cara Pengaplikasiannya!
VOC Parenting atau pola asuh otoriter menekankan ketaatan anak tanpa ruang untuk berdiskusi. Orang tua yang menerapkan metode ini biasanya membuat peraturan tegas yang harus diikuti tanpa pengecualian.
Setiap bentuk pelanggaran sering direspons dengan hukuman, baik berupa hukuman fisik maupun sanksi lain seperti pembatasan hak istimewa anak.
Ciri khas dari gaya pengasuhan ini adalah adanya aturan yang ketat, kedisiplinan yang keras, dan kepemimpinan orang tua yang tidak bisa dipertanyakan. Anak-anak dituntut untuk patuh sepenuhnya, sementara pendapat mereka jarang dihargai.
Dalam praktiknya, pendekatan ini cenderung mengabaikan empati terhadap kebutuhan dan perasaan anak.
Meskipun pola asuh otoriter dapat membuat anak lebih disiplin dan patuh terhadap aturan, ada beberapa risiko negatif yang perlu diperhatikan.
Salah satu dampak utamanya adalah rendahnya rasa percaya diri pada anak. Karena tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri, anak-anak bisa tumbuh dengan perasaan ragu terhadap kemampuan mereka.
Baca Juga: Jangan Suka Ceramahi Anak Lelaki Ya Bu, Ini Tips Parenting Jitu Untuk Mendidiknya
Selain itu, gaya parenting ini juga berisiko menghambat perkembangan berpikir kritis. Anak-anak yang dibesarkan dengan pendekatan ini cenderung mengikuti perintah tanpa banyak bertanya, sehingga kurang terbiasa menganalisis atau menyampaikan pendapat.
Dampak lainnya adalah renggangnya hubungan emosional antara orang tua dan anak. Kurangnya komunikasi terbuka membuat anak merasa tidak didengarkan, yang akhirnya menciptakan jarak emosional dalam hubungan keluarga.
Tidak jarang, tekanan dari pola asuh keras ini memunculkan rasa marah atau sakit hati yang terpendam pada anak, yang berpotensi berkembang menjadi gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, atau perilaku agresif.
Perlu diingat bahwa setiap anak memiliki sifat, karakter, dan kebutuhan yang tidak sama. Oleh sebab itu, pendekatan pengasuhan yang terlalu kaku tidak selalu cocok untuk semua anak.
Gaya pengasuhan yang seimbang, menggabungkan ketegasan dengan empati, dinilai lebih efektif untuk mendukung perkembangan anak secara optimal.
Artikel Terkait
Potret Keluarga Kecil Ayudiac saat Mengajari Anak Hafalan Al-Qur'an, Benarkah Usia Menikah Berpengaruh kepada Parenting?
Cara Jadikan Anak Percaya Diri dengan Kenalkan Self Esteem, Berikut Tips Parenting Untuk si Kecil Sejak Dini
Tips Parenting dalam Mengajarkan Kegagalan pada Anak untuk Para Orang Tua!
Lagi-Lagi Bayi 10 Hari Sudah Diberi Makanan Padat, Netizen: Pentingnya Ilmu Parenting! Cara Pemberian Makan Bayi 0 hingga 1 Tahun
Jangan Suka Ceramahi Anak Lelaki Ya Bu, Ini Tips Parenting Jitu Untuk Mendidiknya