SURATDOKTER.com - Banyak orang merasa bangga saat dikenal sebagai pribadi yang selalu ramah, peduli, dan siap membantu siapa pun. Mereka dikenal sebagai "si baik hati" dalam keluarga atau lingkungan pertemanan, selalu menjadi tempat curhat dan penengah dalam konflik.
Namun, tidak semua orang menyadari bahwa kebiasaan selalu menyenangkan orang lain bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri.
Kebaikan yang Menjadi Beban
Tidak dapat dipungkiri bahwa bersikap baik kepada orang lain adalah hal positif. Namun, ketika keinginan untuk menyenangkan semua orang berubah menjadi kebiasaan yang tidak sehat, itu bisa berbahaya.
Baca Juga: Ketagihan ’Scroll’ TikTok? Studi Ungkap Cara Kerja Platform Pengaruhi Otak
Sering kali, orang dengan kepribadian seperti ini cenderung menekan keinginan dan kebutuhan pribadi demi menjaga hubungan tetap harmonis.
Psikolog telah lama mempelajari sifat agreeableness atau keramahan sebagai salah satu ciri kepribadian. Meskipun pada dasarnya sifat ini berhubungan dengan empati, kerja sama, dan kelembutan hati, kenyataannya lebih kompleks dari yang terlihat.
Orang dengan tingkat keramahan tinggi cenderung kesulitan menetapkan batasan, menyampaikan kebutuhan pribadi, dan bersikap tegas ketika diperlukan. Akibatnya, hal ini bisa menimbulkan kelelahan emosional, kecemasan, bahkan rasa tertekan.
Contoh Nyata dari Kelelahan Menjadi "Si Baik Hati"
Untuk memahami lebih dalam, mari melihat kisah Elena, seorang kurator museum berusia 42 tahun dari Minneapolis. Di tempat kerja, Elena dikenal sebagai sosok yang selalu mendukung dan membantu siapa pun yang membutuhkan.
Namun, di balik senyum dan sikap ramahnya, ia sebenarnya merasa tertekan. Elena sering mengalami migrain, susah tidur, dan merasa seolah dirinya menghilang dari kehidupannya sendiri. Ia merasa harus mengorbankan kebahagiaannya demi kenyamanan orang lain.
Kisah lain datang dari Renzo, seorang koki berusia 29 tahun di Santa Fe. Renzo merasa bangga dengan sifatnya yang selalu tenang dan mudah bergaul. Namun, dalam hubungan romantis, ia merasa sering dimanfaatkan.
Ia selalu berpikir bahwa jika ia bersikap cukup baik, pasangannya akan memperlakukannya dengan baik pula. Sayangnya, sikapnya yang terlalu mengalah justru membuat orang lain tidak menghargainya.
Dampak Buruk Menjadi Terlalu Baik
Dari kisah Elena dan Renzo, terlihat bahwa menjadi orang yang selalu menyenangkan orang lain tidak selalu membawa kebahagiaan. Kebaikan yang berlebihan bisa membuat seseorang kehilangan identitasnya.
Ketika tidak mampu menyuarakan keinginan dan kebutuhan pribadi, rasa kesal dan sakit hati akan menumpuk seiring waktu. Akhirnya, seseorang bisa merasa kehilangan diri sendiri karena selalu mengutamakan kepentingan orang lain.
Artikel Terkait
Psikolog Mengatakan Orang Dewasa Mungkin Ingin Bernostalgia Dengan Hobi Masa Kecilnya
Penelitian Terbaru Mengatakan Anak yang Mengerjakan Pekerjaan Rumah Cenderung Lebih Berprestasi Secara Akademik
Penelitian Terbaru Mengatakan Anak Perempuan Pertama yang Lahir Ketika Ibunya Sedang Stres, Biasanya Mengalami Pubertas Lebih Cepat
Apakah Anda Memiliki Wajah Orang Kaya atau Orang Miskin? Sebuah Studi Menjelaskan Bagaimana Wajah Anda Bisa Mempengaruhi Kekayaan mu
Ketagihan ’Scroll’ TikTok? Studi Ungkap Cara Kerja Platform Pengaruhi Otak