Sebagai contoh, Nanik menyebut bahwa roti untuk program MBG sebaiknya dibuat oleh para ibu murid sendiri, sehingga manfaat ekonomi langsung kembali ke keluarga penerima program.
Namun, ia juga menambahkan satu pengecualian, yaitu untuk produk susu kemasan, yang masih diperbolehkan digunakan di daerah tanpa peternakan sapi.
Kritik Menu Burger dan Spaghetti
Kebijakan baru ini muncul setelah kritik keras dari berbagai pihak terkait menu MBG yang dianggap tidak sesuai konteks lokal.
Ahli gizi Tan Shot Yen menilai menu seperti burger dan spaghetti bukan hanya kurang sehat jika sering diberikan, tetapi juga tidak sejalan dengan semangat kemandirian pangan Indonesia.
Baca Juga: Kasus Keracunan MBG Meningkat, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Ia menyoroti bahwa bahan seperti tepung gandum yang digunakan untuk membuat roti burger tidak ditanam di Indonesia, sehingga program MBG justru menciptakan ketergantungan terhadap bahan impor.
Selain itu, menu berbasis olahan tepung dan daging pabrikan juga berisiko tinggi mengandung garam, gula, dan lemak berlebih, yang dalam jangka panjang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan anak-anak.
Menu MBG Harus Fleksibel tapi Tetap Bergizi
Menanggapi kritik tersebut, BGN menjelaskan bahwa menu seperti burger hanya disajikan sesekali dalam seminggu, bukan menu harian. Tujuannya adalah agar siswa tidak merasa bosan dan bisa merasakan variasi makanan.
Khusus di daerah terpencil, menu seperti burger dianggap sebagai bentuk apresiasi kecil agar anak-anak juga bisa menikmati makanan yang jarang mereka temui.
Meski demikian, ke depan BGN menegaskan setiap variasi menu tetap harus memenuhi standar gizi dan kebersihan.
Baca Juga: Kasus Keracunan MBG Meningkat, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Dapur penyedia makanan (SPPG) juga diwajibkan memperbarui daftar menu yang diawasi langsung oleh tenaga ahli gizi dan Dinas Kesehatan setempat.
Kebijakan baru BGN ini menjadi titik balik penting dalam program MBG.bDengan menggandeng UMKM lokal dan meniadakan produk olahan pabrikan, program ini tidak hanya berorientasi pada perbaikan gizi anak-anak, tetapi juga penguatan ekonomi keluarga dan komunitas.
Langkah ini sekaligus menegaskan komitmen pemerintah untuk menghadirkan program pangan sehat, adil, dan berdaulat, di mana setiap komponen bangsa turut berperan — dari dapur rumah tangga hingga pasar lokal.***
Artikel Terkait
Kearifan Lokal di Menu MBG: Antara Nilai Budaya dan Risiko Kesehatan
Tangis Permintaan Maaf Wakil Kepala BGN di Tengah Ribuan Siswa Korban Keracunan MBG
Kasus Keracunan MBG Meningkat, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Prabowo Soroti Lonjakan Kasus Keracunan MBG, Tegaskan Evaluasi Total dan Larangan Politisasi
Kasus Keracunan Massal Cederai Citra MBG, Presiden Prabowo dan BGN Tegaskan Tujuan Awal: Pemenuhan Gizi Anak Indonesia