psikologi

Silent Divoce atau Perceraian Diam-Diam: Alasan Utama dan Tanda Jika Anda Mengalaminya

Rabu, 30 April 2025 | 05:12 WIB
Silent divorce

SURATDOKTER.com - Tidak semua perpisahan dalam pernikahan ditandai dengan pertengkaran hebat atau proses hukum. Ada bentuk perpisahan yang lebih tenang, tersembunyi, dan tak kasat mata, namun dampaknya sangat dalam—disebut silent divorce atau perceraian diam-diam.

Meskipun pasangan secara legal masih terikat sebagai suami istri, hubungan emosional mereka telah terputus. Mereka mungkin tetap tinggal serumah, menjalani rutinitas, dan terlihat “baik-baik saja” di mata orang lain, padahal keduanya telah merasa seperti orang asing.

Baca Juga: Parental Alienation: Ketika Anak Dipaksa Memihak Salah Satu Orangtua dalam Perceraian

Mengapa Silent Divorce Terjadi?

Ada berbagai alasan pasangan tetap bertahan dalam kondisi ini. Salah satunya adalah faktor ekonomi—ketidakmampuan secara finansial untuk hidup terpisah sering membuat pasangan memilih untuk bertahan.

Selain itu, ada juga yang tetap bersama demi anak-anak, atau karena tekanan sosial dan keluarga. Namun, di balik alasan-alasan ini, biasanya terdapat akar permasalahan yang lebih dalam, seperti ketidakmampuan berkomunikasi, konflik yang dihindari terus-menerus, atau hilangnya rasa keterikatan secara emosional.

Menurut para ahli, hubungan pernikahan yang tidak dirawat dengan komunikasi dan keterbukaan akan mudah tergelincir ke dalam keterasingan emosional.

Saat dua individu berhenti memperjuangkan hubungan mereka dan menjalani hidup masing-masing tanpa koneksi batin, maka mereka mulai masuk ke fase silent divorce.

Tanda-Tanda Anda Sedang Mengalaminya

Salah satu tanda awal dari perceraian diam-diam adalah hilangnya keintiman, baik secara fisik maupun emosional. Pasangan mulai jarang menyentuh, berbagi cerita, atau saling menyatakan kasih sayang. Bahkan, mereka mungkin tidak lagi tertarik untuk berbincang tentang hal-hal yang bersifat pribadi.

Tanda lainnya adalah ketika pasangan mulai menjalani kehidupan secara paralel. Mereka memiliki jadwal yang tidak selaras, lebih sering menghabiskan waktu sendiri atau dengan teman tanpa melibatkan pasangan, dan tidak lagi memiliki aktivitas bersama yang bermakna.

Selain itu, ketidakpedulian terhadap perasaan satu sama lain juga menjadi ciri khas. Jika tidak ada lagi reaksi emosional—baik itu marah, sedih, atau senang—terhadap hal-hal yang dilakukan pasangan, maka hubungan emosional kemungkinan besar telah terputus.

Yang paling mencolok, komunikasi hanya sebatas urusan rumah tangga, anak, atau keuangan. Percakapan mendalam seputar harapan, perasaan, atau kekhawatiran nyaris tidak pernah terjadi. Pasangan cenderung menghindar saat hal-hal sensitif muncul, menciptakan jarak yang semakin sulit dijembatani.

Baca Juga: 9 Alasan Seseorang Tak Ingin Menikah, Salah Satunya Karena Trauma Perceraian Orang Tua

Dampak yang Sering Tak Terlihat

Banyak yang mengira hubungan yang “tenang” tanpa konflik adalah tanda bahwa pernikahan baik-baik saja. Padahal, dalam banyak kasus, ketenangan itu justru menandakan keputusasaan.

Ketika sudah tidak ada perdebatan, bisa jadi itu karena tidak ada lagi usaha untuk dipahami atau memahami. Bahkan, bagi sebagian pasangan, konflik justru menunjukkan bahwa masih ada keinginan untuk terhubung.

Halaman:

Tags

Terkini

7 Nilai Utama yang Perlu Diajarkan Pada Anak Lelaki

Minggu, 30 November 2025 | 23:31 WIB

7 Nilai Utama yang Perlu Diajarkan pada Anak Perempuan

Minggu, 30 November 2025 | 23:30 WIB

Tips Menghadapi Anak Balita yang Sedang Tantrum

Minggu, 30 November 2025 | 22:51 WIB