SuratDokter.com- Selama berabad-abad, psikedelik seperti asam lisergat dietilamida (LSD) dan psilosibin dianggap sebagai zat kontroversial yang lekat dengan stigma dan ketakutan.
Dipuji sebagai “obat ajaib,” zat ini menawarkan harapan besar bagi mereka yang bergulat dengan depresi, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan kecemasan berat.
Namun, di balik narasi penuh optimisme ini, terdapat sisi gelap yang sering luput dari perhatian.
Dalam kondisi yang salah, psikedelik dapat memicu dampak yang jauh dari harapan awal yang menjadikan ancaman bagi keseimbangan mental dan emosional seseorang.
Dari sinilah mari kita kupas tentang bahayanya obat psikedelik beserta kandungan didalamnya yang dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dalam artikel ini.
Sejarah Psikedelik
Psikedelik, yang merujuk pada zat-zat yang mengubah persepsi dan kesadaran, memiliki akar sejarah yang dalam dan kompleks.
Jejak pertama penggunaannya dapat ditemukan ribuan tahun yang lalu dalam budaya-budaya kuno di berbagai belahan dunia.
Baca Juga: 10 Tips Untuk Menjaga Kesehatan Mental dan Pikiran di Tahun 2025
Di Meksiko, suku Aztec menggunakan jamur psilosibin yang mereka sebut teonanácatl, atau "daging para dewa," dalam upacara keagamaan untuk berkomunikasi dengan dunia spiritual.
Melangkah ke abad ke-20, psikedelik mulai memasuki dunia modern ketika seorang ahli kimia Swiss, Albert Hofmann, secara tidak sengaja menemukan LSD pada tahun 1943.
Penemuan ini menjadi titik balik dalam penelitian ilmiah terhadap zat psikedelik. LSD, bersama dengan zat lain seperti meskalin dan psilosibin, mulai dipelajari dalam konteks psikiatri untuk mengobati gangguan seperti depresi, kecemasan, dan ketergantungan.
Pada dekade 1950-an hingga 1960-an, penelitian psikedelik berkembang pesat, namun penggunaannya di luar laboratorium, terutama oleh gerakan counterculture, mengubah narasi zat ini dari alat terapi menjadi simbol pemberontakan sosial.
Kemudian, berlanjut ke abad ke-21 dimana psikedelik membawa momen baru bagi dunia medis.