SURATDOKTER.com - Kisah seorang mahasiswi yang baru-baru ini viral karena melakukan percobaan bunuh diri dengan melompat ke Sungai Bengawan Solo kembali menyoroti pentingnya dukungan kesehatan mental di lingkungan mahasiswa.
Kesehatan mental merupakan aspek penting yang kerap terabaikan dalam kehidupan mahasiswa di lingkungan kampus.
Tekanan akademik, tuntutan sosial, serta perubahan gaya hidup sering kali menjadi pemicu munculnya stres, kecemasan, hingga gangguan mental yang lebih serius.
Sayangnya, banyak mahasiswa yang enggan mencari bantuan karena takut dianggap lemah atau malu berbicara soal kondisi psikologisnya.
Baca Juga: Prabowo Ijinkan Kampus dan Rumah Sakit Asing Beroperasi di Indonesia
Padahal, kesehatan mental yang terganggu dapat memengaruhi prestasi belajar, relasi sosial, bahkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Oleh karena itu, penanganan isu kesehatan mental di kampus perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.
Kampus harus mampu menyediakan dukungan yang memadai, baik melalui layanan konseling, edukasi, maupun pendekatan yang empatik terhadap mahasiswa yang sedang berjuang secara mental.
Terdapat beberapa poin penting yang dapat diambil:
1. Konseling Mahasiswa sebagai Benteng Awal
Kampanye konseling di kampus memiliki peran utama dalam deteksi dan penanganan dini masalah kejiwaan. Pendampingan yang diberikan secara berkala membuat dosen maupun pihak kampus bisa mendeteksi tanda-tanda gangguan psikologis sejak awal.
2. Akses ke Psikiater dan Terapi Medis
Beberapa kasus kejiwaan menuntut penanganan medis, seperti terapi obat-obatan atau konseling intensif. Rekomendasi ke psikiater menjadi langkah yang tepat untuk menangani kondisi yang lebih kompleks.
3. Jejak Riwayat Percobaan Bunuh Diri
Mahasiswa dengan riwayat percobaan bunuh diri merupakan golongan berisiko tinggi, sehingga memerlukan perhatian khusus atas perkembangan kondisi mentalnya. Intervensi intensif dan pemantauan berkala akan sangat membantu.
4. Evaluasi dan Intervensi Proaktif
Kegiatan akademis yang tinggi tekanan serta tuntutan keseimbangan antara kuliah dan hidup di luar kampus sering menjadi pemicu stres berat. Evaluasi berkala dan intervensi proaktif dari berbagai pihak—kampus, keluarga, dan tenaga profesional—akan membantu mengurangi risiko.
Artikel Terkait
Studi Mengungkapkan Bahwa Marahnya Ayah Akan Lebih Diingat Daripada Ibu, Walaupun Marahnya Ayah Lebih Jarang
Bocah 8 Tahun Meninggal Karena Balon Helium
4 Tipe Bullying dan Tips Bagaimana Cara Mengatasinya Menurut Ahli
Judul: Saat Dewasa Tapi Belum “Dewasa”: Mengenal Kedewasaan Emosional yang Tertunda
Memulihkan Luka Tak Kasat Mata: Edukasi Kesehatan Mental Anak Pasca Trauma