SURATDOKTER.com - Kasus tragis seorang remaja berusia 14 tahun yang membunuh ayah dan neneknya serta melukai ibunya di kawasan Cilandak, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, baru-baru ini menyita perhatian publik.
Kejadian ini membuka diskusi mendalam mengenai faktor-faktor penyebab perilaku ekstrem tersebut, terutama dari perspektif psikologi anak dan remaja.
Psikolog anak dan remaja, Novita Tandry, mengungkapkan bahwa peristiwa seperti ini biasanya dipengaruhi oleh kombinasi berbagai faktor kompleks yang memerlukan penanganan serius.
Menurut Novita, perilaku kekerasan yang dilakukan oleh anak terhadap keluarganya tidak muncul begitu saja, melainkan merupakan akumulasi dari beberapa aspek yang saling berkaitan.
Faktor psikologis, sosiologis, dan lingkungan berperan besar dalam membentuk kondisi mental dan emosional pelaku.
Salah satu faktor utama yang perlu diselidiki lebih dalam adalah adanya kemungkinan kekerasan fisik, verbal, atau bahkan pelecehan seksual di dalam lingkungan keluarga. Pengalaman traumatis seperti ini sering kali menjadi pemicu utama gangguan emosional pada anak.
Selain itu, gangguan psikologis seperti neurosis, yang melibatkan kecemasan dan kepanikan, atau bahkan psikosis yang menyebabkan halusinasi dan delusi, juga bisa menjadi penyebab tindakan tersebut.
Konflik yang berkepanjangan dalam hubungan keluarga tanpa mendapatkan bantuan profesional turut memperburuk situasi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi yang sehat dalam keluarga sebagai upaya pencegahan.
Paparan terhadap lingkungan sosial dan media juga menjadi faktor lain yang tidak bisa diabaikan. Tontonan yang mengandung unsur kekerasan, pertemanan yang negatif, serta kecanduan terhadap narkoba atau alkohol dapat memengaruhi perilaku remaja.
Novita menjelaskan bahwa dalam beberapa kasus, keputusasaan atau kehilangan harapan akibat tekanan hidup juga berkontribusi pada tindakan kriminal seperti ini.
Novita menambahkan, usia 14 tahun merupakan fase yang penuh tantangan bagi anak remaja. Mereka berada dalam masa krisis identitas, di mana mereka bukan lagi anak-anak namun juga belum menjadi orang dewasa.
Perubahan hormon yang terjadi di masa ini dapat memengaruhi kemampuan mereka mengelola emosi. Jika tidak dibimbing dengan baik, mereka cenderung menjadi impulsif dan sulit mengontrol perasaan marah atau frustrasi.
Dalam kasus ini, diduga pelaku mengalami gangguan mental yang membutuhkan asesmen lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya. Sayangnya, gejala gangguan mental sering kali tidak terdeteksi oleh keluarga atau orang-orang di sekitarnya.
Artikel Terkait
Panduan Bijak Orang Tua, Tips Mengatasi Tantrum Anak dengan Efektif
Psikologi Sederhana: Mengenal Istilah Love Bombing
Psikologi Sederhana: Mengenal Istilah Gaslighting
Psikologi Sederhana: Istilah Financial Abuse dan Cara Mengatasinya
Benarkan Bagian Otak yang Terkait Dengan Musik dan Seni Tidak Bisa Rusak Oleh Alzheimer?