• Senin, 22 Desember 2025

Badai Keracunan Massal Terpa Program MBG: Antara Cita-Cita Gizi dan Krisis Kepercayaan Publik

Photo Author
- Jumat, 17 Oktober 2025 | 01:08 WIB
Badai keracunan massal terpa program MBG
Badai keracunan massal terpa program MBG

SURATDOKTER.com - Gelombang kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali mengguncang publik.

Program yang awalnya diharapkan menjadi langkah besar dalam memperbaiki gizi anak Indonesia kini berada di ujung krisis kepercayaan, setelah ratusan siswa menjadi korban hanya dalam hitungan hari.

Alih-alih menenangkan, berbagai pernyataan dari lembaga pelaksana justru memunculkan pertanyaan baru: apakah MBG masih setia pada misi pemenuhan gizi, atau terseret dalam pusaran kebijakan yang kehilangan kendali di lapangan?

Baca Juga: Desakan Hentikan Program MBG Meningkat, tapi Pemerintah Pilih Jalan Evaluasi Total

Lonjakan Kasus dan Pembentukan Tim Investigasi

Dalam sepekan terakhir, lebih dari 800 siswa di Kabupaten Bandung Barat dilaporkan mengalami gejala keracunan usai menyantap makanan MBG.

Data dari Dinas Kesehatan Bandung Barat menunjukkan, kasus pertama terjadi pada 22 September 2025 dengan 393 korban, disusul dua kejadian serupa yang menambah 449 korban baru hanya dalam tiga hari.

Menanggapi situasi ini, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang mengumumkan pembentukan tim investigasi internal. Tim tersebut melibatkan unsur BPOM, kepolisian, dan dinas kesehatan untuk memastikan proses penyelidikan berjalan transparan.

Namun, bagi masyarakat, langkah ini belum cukup untuk memulihkan rasa percaya.
Keterbukaan hasil investigasi dan tanggung jawab nyata di lapangan kini menjadi tuntutan utama.

Sorotan Tajam pada Menu Makanan MBG

Selain persoalan kebersihan dan pengawasan dapur penyedia, menu makanan MBG kini juga disorot tajam oleh kalangan ahli gizi.

Program yang seharusnya menjadi cermin kekayaan pangan lokal justru menampilkan menu burger, sosis, dan spageti, yang dinilai kurang relevan dengan kebutuhan gizi anak Indonesia.

Ahli gizi dr. Tan Shot Yen menyebut bahwa menu seperti burger dan pasta bukan hanya tidak menggambarkan identitas pangan nusantara, tetapi juga berpotensi menumbuhkan ketergantungan pada bahan impor seperti gandum.

Baca Juga: BGN Pastikan Ganti Food Tray MBG Jika Terbukti Mengandung Minyak Babi

Ia menilai, program ini semestinya mengedepankan makanan lokal yang kaya protein alami, seperti ikan, sayuran, dan umbi-umbian.

Tan mengusulkan agar 80 persen menu MBG berbasis pangan lokal agar selaras dengan ketersediaan bahan di setiap daerah.
Ia mencontohkan, anak Papua seharusnya bisa menikmati ikan kuah asam, sedangkan anak Sulawesi dapat menyantap kapurung, bukan burger hasil olahan industri yang tidak jelas kandungan nutrisinya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Afida Rafi

Sumber: Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Promedia, BGN

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Terpopuler

X