SURATDOKTER.com - Fenomena media sosial belakangan ini tengah diramaikan dengan unggahan potret yang menggabungkan wajah masa kecil dengan wajah dewasa dalam satu bingkai.
Teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) memungkinkan pengguna membuat gambar sinematik yang menyerupai foto polaroid, sehingga menampilkan suasana emosional yang hangat dan menyentuh hati.
Banyak warganet memanfaatkan tren ini bukan hanya untuk hiburan, melainkan juga sebagai sarana mengenang perjalanan hidup. Mereka menuliskan pesan, curahan hati, bahkan permintaan maaf kepada sosok kecil dalam dirinya yang dulu pernah penuh impian.
Baca Juga: Ketakutan Kehilangan Pekerjaan karena AI: Alarm Bagi Kesehatan Mental Pekerja Indonesia
Mengapa Tren Ini Begitu Viral?
Keunikan tren ini terletak pada kombinasi visual dan emosi. Potret polaroid yang sederhana, ditambah kesan buram khas hasil jepretan kamera lama, menghadirkan nuansa nostalgia.
Saat orang dewasa menatap “dirinya yang kecil”, ada ruang batin yang terbuka untuk merenungkan jalan hidup, mimpi yang tertunda, dan pencapaian yang sudah diraih.
Bukan sekadar foto editan, tren ini menjadi medium introspeksi diri. Beberapa warganet menuliskan pesan permintaan maaf kepada masa kecilnya karena tidak semua angan terwujud.
Ada pula yang menyampaikan janji untuk terus berusaha demi menghargai perjuangan diri kecil yang dulu penuh harapan.
Peran Teknologi AI dalam Tren Nostalgia
Salah satu teknologi yang digunakan adalah Google Gemini AI, dengan fitur seperti ImageFX yang memungkinkan pengolahan gambar berbasis prompt atau perintah teks. Dengan menuliskan instruksi tertentu, pengguna dapat menghasilkan foto polaroid yang tampak realistis.
Beberapa prompt populer di antaranya: menggambarkan adegan berpelukan dengan sosok masa kecil, menampilkan tatapan penuh arti dengan latar tirai putih, hingga membuat momen lucu yang menggemaskan.
AI memberi kebebasan kreatif untuk memvisualisasikan hubungan antara masa lalu dan masa kini dalam satu bingkai.
Baca Juga: Tes Rambut Bisa Ukur Stres dan Prediksi Risiko Depresi pada Anak
Sudut Pandang Psikologi
Fenomena ini dapat dijelaskan melalui konsep inner child dalam psikologi. Inner child adalah bagian diri yang menyimpan memori, perasaan, dan pengalaman masa kecil.
Ketika seseorang berhadapan dengan “potret dirinya” yang masih kecil, ia seperti melakukan dialog batin dengan sisi terdalam yang sering terlupakan.
Artikel Terkait
Literasi Digital Sejak Dini: Cara Efektif Lindungi Anak dari Dampak Negatif Game Online
Ketika Situasi Tidak Kondusif: Cara Bijak Orang Tua Menenangkan Anak di Tengah Kondisi Rusuh
Ketakutan Kehilangan Pekerjaan karena AI: Alarm Bagi Kesehatan Mental Pekerja Indonesia
Labubu dan Fenomena Treatonomics, Kemewahan Kecil Pereda Pilu Gen Z di Tengah Krisis Ekonomi
Fenomena Ketawa Karier: Humor sebagai Strategi Bangun Tim yang Lebih Solid