SURATDOKTER.com - Tak disangka, puasa intermiten ternyata memiliki potensi yang bisa memperlambat perkembangan Alzheimer.
Apa itu Puasa Intermiten ?
Intermittent fasting (IF) atau juga dikenal dengan nama puasa intermiten adalah pengaturan pola makan seseorang dengan cara berpuasa.
Adapun pola makan dilakukan dengan menentukan jeda waktu untuk bisa mengonsumsi makanan.
Pada umumnya jadwal puasa intermiten dilakukan dengan cara 16 jam berpuasa, dan 8 jam untuk mengkonsumsi makanan.
Dan kini para ilmuwan telah menemukan strategi terobosan baru untuk membantu memperlambat perkembangan Alzheimer pada manusia.
Hasil temuan ini didapat berdasarkan sebuah penelitian terbaru yang dilakukan peneliti dari Universitas California, San Diego (UC San Diego) dan Universitas California, Los Angeles (UCLA).
Penelitian tersebut menggunakan model tikus Alzheimer.
Dengan penelitian tersebut, para peneliti berhasil mengatur jam sirkadian tikus secara efektif melalui pola puasa intermiten.
Baca Juga: Tak Hanya Menyegarkan, Ini 6 Manfaat Mangga untuk Kesehatan
Perlu dicatat bahwa jam sirkadian terganggu oleh penyakit Alzheimer yang menyebabkan perubahan pola tidur, peningkatan gangguan kognitif di malam hari, dan kesulitan terkait tidur.
Temuan penelitian ini telah juga telah dipublikasikan untuk umum.
Tim peneliti memberlakukan jadwal makan yang dibatasi waktu pada tikus, sehingga menghasilkan peningkatan nyata dalam fungsi memori mereka.
Baca Juga: Perut Anda Buncit? Yuk Kenali Bahaya dan Cara Mengatasinya
Selain itu, akumulasi protein amiloid, ciri khas Alzheimer, berkurang pada otak tikus yang berpuasa.
Tikus yang mengikuti jadwal makan menunjukkan pola tidur yang lebih teratur, tidak terlalu hiperaktif di malam hari, dan mengalami sedikit gangguan tidur dibandingkan dengan tikus yang waktu makannya tidak dibatasi.
Ahli saraf Paula Desplats dari UC San Diego mengatakan, "Selama bertahun-tahun, kami berasumsi bahwa gangguan sirkadian yang terlihat pada penderita Alzheimer adalah akibat dari degenerasi saraf, namun kini kami mempelajari bahwa hal tersebut mungkin terjadi sebaliknya – gangguan sirkadian mungkin disebabkan oleh degenerasi saraf, salah satu pendorong utama patologi Alzheimer."