SURATDOKTER.com – Japanese Encephalitis (JE) adalah penyakit radang otak (Ensefalitis) yang bersifat zoonosis atau penularan dari hewan ke manusia.
Manusia dapat terinfeksi Japanese Encephalitis melalui gigitan nyamuk culex yang terinfeksi virus JE.
Belakangan ini terkonfirmasi kasus penyebaran Japanese Encephalitis di Kulon Progo, Yogyakarta. Sebanyak 5 anak terinfeksi virus ini dan satu diantaranya meninggal dunia.
Mengutip dari laman Kemenkes, kasus konfirmasi virus JE di Indonesia sejak tahun 2014 hingga Juli 2023, tercatat ada 145 kasus. Penderita yang bertahan hidup, 30-50% mengalami lumpuh, kejang, perubahan perilaku, hingga cacat berat.
Untuk menghindari penyakit ganas akibat virus Japanese Encephalitis, simak artikel ini hingga selesai untuk mengetahui gejala, cara pencegahan hingga pengobatannya.
Tentang Japanese Encephalitis
Virus JE yang menjadi penyebab utama radang otak ini pertama kali ditemukan di Jepang pada 1871. Virus ini setidaknya telah menyebar ke 20 negara, termasuk di Korea, India, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.
Nyamuk culex biasanya ditemukan di area persawahan, kolam, selokan, atau daerah yang selalu digenangi air.
Nyamuk culex biasanya menggigit di malam hari. Virus JE ini memerlukan inang perantara seperti babi, kerbau, dan beberapa spesies burung.
Nyamuk culek bersifat antrosoofilik yaitu hewan yang tidak hanya menghisap darah binatang saja, tetapi juga darah manusia.
Sementara manusia yang terinfeksi virus JE dari gigitan nyamuk culex ini tidak bisa menyebarkan virus tersebut atau dead-end host.
Baca Juga: Mengenal Nyamuk Wolbachia yang Digunakan untuk Mengendalikan Wabah DBD
Gejala Penyakit Japanese Encephalitis
Gejala Ensefalitis (radang otak) biasanya muncul pada 5-15 hari setelah digigit nyamuk culex dengan gejala utama demam tinggi yang mendadak, perubahan status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala, disertai perubahan gradual gangguan bicara dan berjalan.
Pada anak, gejala yang muncul biasanya berupa demam, iritabilitas, muntah, diare, dan kejang.
Japanese Encephalitis bisa menyebabkan kematian dengan angka kemungkinan 5-30%. Angka kematian ini lebih tinggi terjadi pada anak, terutama yang berusia di bawah 10 tahun.
Artikel Terkait
Populasi Penduduk di Dunia Terancam Demam Berdarah, Begini Cara Pencegahannya
Tips Mudah Untuk Mengobati Demam Berdarah Dengan Ekstrak Daun Pepaya
Tungau Mengisap Darah 7 Kali Lebih Banyak Dibandingkan Nyamuk, Cek Bahayanya yang Perlu Anda Waspadai!
Mengenal Nyamuk Wolbachia yang Digunakan untuk Mengendalikan Wabah DBD
Demam Akibat Nyamuk Wolbachia, Simak Gejala dan Cara Pencegahannya