SURATDOKTER.com - Pemerintah Indonesia resmi memberikan masa transisi selama 2 tahun nagi para industri makanan dan minuman untuk bisa memenuhi aturan baru mengenai label kandungan gula, garam, dan lemak (GGL).
Kebijakan ini merupakan bagian dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang menekankan pencegahan penyakit tidak menular, seperti obesitas, diabetes, hingga penyakit jantung.
Baca Juga: Indeks Glikemik: Rahasia di Balik Pengaruh Makanan terhadap Gula Darah Anda
Latar Belakang Kebijakan
Kasus obesitas di Indonesia terus meningkat. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan angka obesitas melonjak dua kali lipat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
Kondisi ini menuntut pemerintah mengambil langkah nyata untuk mengurangi konsumsi berlebihan yang berkaitan dengan gula, garam, dan lemak.
Label peringatan GGL dipandang sebagai strategi edukasi masyarakat. Dengan informasi yang lebih jelas, diharapkan konsumen dapat menilai risiko kesehatan sebelum membeli makanan olahan.
Sistem Label dengan Warna
Nantinya, label akan menggunakan sistem warna menyerupai lampu lalu lintas. Warna merah akan menunjukkan kandungan tinggi, kuning menandakan jumlah sedang, dan hijau berarti rendah.
Cara ini diharapkan lebih mudah dipahami oleh masyarakat luas dibandingkan tabel gizi yang umumnya sudah ada di kemasan.
Mulai akhir 2025, perusahaan diperbolehkan menambahkan stiker atau mencantumkan deklarasi mandiri mengenai kadar GGL. Namun setelah masa transisi 2 tahun, aturan wajib ini akan berlaku penuh.
Meski bertujuan baik, kebijakan ini menuai protes dari sebagian pelaku usaha. Mereka berpendapat bahwa informasi gizi sudah dicantumkan dalam kemasan, sehingga label tambahan dianggap berlebihan. Industri dalam negeri bahkan sempat meminta penundaan, membuat kebijakan ini tertunda masuk dalam daftar prioritas legislasi.
Baca Juga: Kebiasaan Makan Asin, Warga RI Konsumsi Garam Hingga 2 Kali Lipat di Atas Anjuran WHO
Di sisi lain, tekanan juga datang dari luar negeri. Produsen makanan asal Amerika Serikat khawatir aturan ini memengaruhi nilai ekspor ke Indonesia yang mencapai hampir Rp900 miliar per tahun. Bahkan, pemerintah AS sempat menyinggung aturan ini di forum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Pentingnya Implementasi
Meski ada penolakan, pakar kesehatan menilai kebijakan ini sangat penting. Penyakit tidak menular terus mengancam masyarakat akibat pola makan yang tinggi gula, garam, dan lemak. Sistem label sederhana diyakini dapat membantu konsumen lebih kritis dalam memilih produk.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan memegang peran penting, yaitu ketika memastikan keakuratan label. Verifikasi dilakukan melalui laboratorium pemerintah agar informasi yang ditampilkan sesuai dengan kandungan nyata di dalam produk.
Artikel Terkait
Produk Pangan GMO Menimbulkan Pro dan Kontra, Adakah Efek Sampingnya Bagi Kesehatan Tubuh?
446 Jemaah Haji Indonesia Wafat Selama Operasional Haji 2025, Kemenkes: Menurun dari Tahun 2024
Ernest Prakasa Dapat SMS Penerima BSU, Namanya Dicatut Jadi Karyawan Kemenkes
Kasus Kekerasan pada Dokter Syahpri di RSUD Sekayu, PB IDI dan Kemenkes Tegaskan Dukungan Hukum
Kasus Kekerasan pada Dokter Syahpri di RSUD Sekayu, PB IDI dan Kemenkes Tegaskan Dukungan Hukum