• Senin, 22 Desember 2025

Kisah Nyata: Lynn Shazeen, Perawat yang Mengalami Anemia dan Palpitasi Akibat Rutin Minum Matcha

Photo Author
- Minggu, 2 November 2025 | 08:00 WIB
Macha
Macha

Namun di sisi lain, katekin juga dapat menghambat penyerapan zat besi dari makanan, terutama zat besi non-heme yang berasal dari sumber nabati seperti sayur atau kacang-kacangan.

Bagi seseorang yang minum matcha dalam jumlah banyak tanpa memperhatikan waktu konsumsi, efek penghambatan ini bisa menurunkan kadar zat besi secara perlahan. Kondisi akan semakin buruk bila pola makan tidak seimbang atau rendah protein hewani.

Selain itu, matcha mengandung kafein lebih tinggi dibanding teh hijau biasa. Meskipun tidak setinggi kopi, kafein dapat memicu palpitasi atau detak jantung cepat pada individu sensitif, terutama bila diminum dalam keadaan perut kosong atau sebelum tidur.

Kombinasi anemia dan kelebihan kafein memperberat kerja jantung dan membuat tubuh mudah lelah.

Pemulihan dan Pelajaran dari Kisah Lynn

Setelah menjalani perawatan, Lynn berhenti mengonsumsi matcha untuk sementara. Ia beralih ke pola makan tinggi zat besi seperti daging merah, hati ayam, bayam, dan sayuran hijau lainnya.

Dokter juga menyarankan untuk mengonsumsi vitamin C setelah makan karena dapat membantu penyerapan zat besi lebih baik.

Beberapa minggu kemudian, kadar hemoglobin Lynn mulai membaik, dan gejala palpitasi berangsur hilang. Ia tetap sesekali menikmati matcha, namun dengan aturan baru—tidak lebih dari tiga kali seminggu, tidak dikonsumsi bersamaan dengan makanan kaya zat besi, dan selalu memastikan tubuh cukup istirahat.

Baca Juga: Benarkah Kurma Bisa Membantu Mengatasi Anemia? Ini Penjelasannya!

Batas Aman Konsumsi Matcha

Untuk sebagian besar orang dewasa sehat, konsumsi 1–2 cangkir matcha per hari masih tergolong aman. Namun penting untuk memperhatikan waktu minum: sebaiknya tidak diminum berdekatan dengan waktu makan, terutama bagi yang rentan anemia. Hindari pula mengonsumsinya malam hari agar tidak mengganggu irama jantung dan tidur.

Matcha memang bermanfaat, tetapi seperti halnya suplemen atau makanan lain, keseimbangan adalah kunci. Menganggap matcha sebagai “obat ajaib” tanpa memperhatikan efek samping justru bisa berbalik menjadi masalah kesehatan .

Kisah Lynn Shazeen menunjukkan bahwa gaya hidup sehat tidak hanya soal apa yang dikonsumsi, tetapi juga bagaimana dan seberapa sering. Matcha tetap bisa menjadi bagian dari rutinitas sehat jika digunakan secara bijak dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh.

Tubuh setiap orang memiliki batas yang berbeda. Apa yang menyehatkan bagi satu orang bisa menjadi pemicu masalah bagi orang lain. Karena itu, mengenali sinyal tubuh adalah langkah pertama menuju hidup sehat yang seimbang.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Afida Rafi

Sumber: Healthline, Medical News Today, Cleveland Clinic

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Vitamin yang Menunjang Kesehatan Mata Anak

Minggu, 30 November 2025 | 22:30 WIB

7 Buah yang Membantu Menaikkan Berat Badan Secara Sehat!

Minggu, 28 September 2025 | 01:08 WIB

Terpopuler

X