SuratDokter.com- Mungkin Anda pernah mengalami batuk tanpa henti selama berminggu-minggu. Setiap malam tubuh terasa lemas, berat badan terus menyusut, dan napas terasa berat.
Namun, Anda merasa ketakutan untuk pergi ke dokter, bukan karena biaya, tetapi karena stigma yang melekat pada satu kata ini: Tuberkulosis (TB).
TB bukan penyakit baru. Ia telah ada selama ratusan tahun, dapat menyerang siapa saja. Meski teknologi medis semakin canggih, kenyataannya Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan beban TB tertinggi di dunia.
Lebih dari 800 ribu kasus baru TB diperkirakan muncul setiap tahunnya di negeri ini. Namun, dari angka itu, sebagian besar pasien memilih bersembunyi, tidak mau mengakui penyakitnya.
Bukan hanya karena kurangnya akses pengobatan, tetapi juga karena rasa takut, takut dicap “penyakit orang miskin,” takut kehilangan pekerjaan, bahkan takut ditinggalkan keluarga.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Obat TBC Beserta Cara Minum dan Efek Sampingnya
Kenapa TB Masih Menghantui Kita?
Tuberkulosis adalah penyakit yang kompleks. Penyakit ini sering menyerang mereka yang hidup dalam kondisi kurang ideal lingkungan padat, sanitasi buruk, dan asupan gizi yang minim.
Namun, masalahnya tidak berhenti di situ. Stigma sosial terhadap TB membuat banyak orang takut untuk terbuka atau mencari pengobatan.
Mereka yang terinfeksi sering kali merasa bahwa penyakit ini adalah "kutukan" atau tanda kelemahan.Namun, sebenarnya, TB adalah penyakit yang bisa diatasi dan bahkan dicegah sejak dini.
Tetapi stigma ini justru membuat pasien merasa terisolasi, malu, dan memilih untuk menyembunyikan kondisi mereka, hingga penyakit semakin parah dan risiko penularan meningkat.
Deteksi Dini: Kunci Menyelamatkan Nyawa
Gejala TBC sering kali dianggap sepele batuk berkepanjangan, demam ringan, dan lemas. Banyak pasien terlambat memeriksakan diri, sehingga penanganan menjadi lebih sulit. Deteksi dini menjadi langkah penting untuk memutus rantai penularan dan menyelamatkan nyawa.
Namun, di banyak daerah di Indonesia, akses ke fasilitas kesehatan untuk deteksi TBC masih terbatas. Di sinilah edukasi masyarakat menjadi sangat penting.
Kampanye kesadaran, baik melalui komunitas, sekolah, maupun media sosial, harus terus dilakukan untuk memastikan masyarakat mengenali gejala TB dan tidak ragu untuk memeriksakan diri.
Perjuangan Melawan Pengobatan yang Berat
Pengobatan TB membutuhkan waktu yang tidak singkat, yaitu minimal enam bulan. Selama waktu itu, pasien harus disiplin mengonsumsi obat setiap hari.