SURATDOKTER.com - Demam berdarah dengue (DBD) terus menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat global. Hingga saat ini, lebih dari 2,5 miliar orang di dunia berisiko terkena penyakit ini.
Setiap tahun, diperkirakan ada lebih dari 100 juta kasus DBD yang tercatat, dengan sekitar 25.000 kematian. Penyakit ini, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, tidak memiliki vaksin resmi atau pengobatan spesifik.
Karena itu, tindakan pencegahan menjadi satu-satunya cara efektif untuk mengurangi penyebaran penyakit.
Pencegahan ini mencakup pengelolaan lingkungan, seperti pemberantasan tempat perkembangbiakan nyamuk, penyemprotan insektisida, serta penerapan perlindungan pribadi seperti menggunakan kelambu dan lotion antinyamuk
. Meski langkah-langkah ini penting, pemahaman tentang sifat virus dengue dan potensi infeksinya juga menjadi bagian tak terpisahkan dalam menghadapi penyakit ini.
Baca Juga: Benarkah Sakit Demam Berdarah, Minum Jus Jambu Bisa Sembuh? Simak Faktanya
Empat Serotipe Utama Virus Dengue
Selama bertahun-tahun, DBD dikenal disebabkan oleh empat jenis virus dengue utama, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.
Masing-masing serotipe ini memiliki perbedaan antigenik meskipun secara genetik memiliki kesamaan sekitar 65 persen.
Saat seseorang terinfeksi oleh salah satu serotipe, tubuhnya akan membentuk respons imun spesifik terhadap serotipe tersebut.
Sayangnya, kekebalan ini hanya efektif terhadap serotipe yang sama. Dengan kata lain, seseorang yang pernah terkena DENV-1 tetap berisiko terinfeksi oleh DENV-2, DENV-3, atau DENV-4 di masa depan.
Keempat serotipe ini tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga dapat ditemukan pada primata nonmanusia.
Dalam siklusnya, virus ini ditularkan oleh nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang berkembang biak di daerah tropis dan subtropis.
Baca Juga: Anak Demam Hanya di Bagian Kepala, Berikut Penjelasannya
Serotipe Baru: DENV-5
Pada tahun 2013, dunia dikejutkan oleh penemuan serotipe baru virus dengue, yaitu DENV-5. Virus ini pertama kali diidentifikasi melalui sampel yang diambil dari seorang petani di Sarawak, Malaysia, yang dirawat karena gejala DBD pada tahun 2007.