Mereka berperan memastikan makanan sampai langsung ke tangan penerima manfaat, sekaligus memantau kondisi gizi anak dan ibu hamil di wilayah masing-masing.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji, menyampaikan bahwa insentif bagi TPK diberikan dalam bentuk biaya transportasi, bukan gaji tetap.
Nominalnya disesuaikan dengan jumlah penerima manfaat di tiap daerah, dengan kisaran rata-rata sekitar Rp1.000 per orang.
Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk menciptakan rantai distribusi yang efisien, berlapis, dan berbasis masyarakat lokal, sehingga pelaksanaan program MBG bisa berjalan lebih cepat tanpa mengorbankan kualitas gizi dan keamanan makanan.
Program Makan Bergizi Gratis tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga melibatkan berbagai pihak seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, BKKBN, dan pemerintah daerah.
Dengan sistem insentif baru yang lebih terstruktur, diharapkan hambatan logistik yang selama ini memperlambat distribusi bisa diminimalkan.
Guru, kader, dan pendamping keluarga kini menjadi garda terdepan dalam memastikan makanan bergizi benar-benar sampai ke tangan penerima yang berhak.
Selain meningkatkan efisiensi, kebijakan ini juga berpotensi membuka peluang kerja baru dan memperkuat jejaring sosial di tingkat masyarakat, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Kebijakan pemberian insentif bagi guru dan kader pendukung MBG mencerminkan upaya pemerintah untuk memperkuat aspek operasional, keadilan distribusi, dan keberlanjutan program.
Dengan dukungan lapangan yang lebih solid, pemerintah berharap program Makan Bergizi Gratis tidak hanya menjadi simbol kepedulian sosial, tetapi juga gerakan nyata untuk memperbaiki kualitas gizi dan kesejahteraan anak bangsa.***