Kasus Alergi yang Sering Disangka Keracunan
Selain faktor pelanggaran SOP, BGN juga menemukan bahwa tidak semua kasus yang dilaporkan sebagai keracunan benar-benar disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi. Sebagian di antaranya ternyata merupakan reaksi alergi terhadap bahan makanan tertentu, seperti udang atau mayones, yang tidak terdeteksi sebelumnya.
Untuk mencegah hal ini, BGN sebenarnya telah melakukan pendataan alergi pada siswa penerima manfaat MBG. Namun, di beberapa sekolah, proses pendataan ini belum berjalan optimal, sehingga masih ada siswa yang tidak teridentifikasi memiliki alergi terhadap bahan tertentu.
Nanik menegaskan bahwa makanan lokal yang terbukti menyebabkan keracunan akan dihentikan penggunaannya di wilayah terkait, meskipun bahan tersebut termasuk dalam menu berbasis kearifan lokal. Pendekatan berbasis bukti ini diharapkan bisa meningkatkan keamanan pangan sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap program MBG.
Baca Juga: Pemerintah Wajibkan Dapur MBG Bersertifikat: Dari Kebersihan, Keamanan Pangan hingga Halal
Melihat berbagai temuan dan pernyataan dari pemerintah pusat maupun daerah, dapat disimpulkan bahwa akar persoalan MBG bukan hanya pada bahan makanan, tetapi pada rantai koordinasi yang belum solid.
Program sebesar ini melibatkan ribuan dapur penyedia dan jutaan penerima manfaat, sehingga pengawasan harus berjalan lintas lembaga — mulai dari BGN, Dinas Kesehatan, hingga Puskesmas di tingkat kecamatan.
Selain memperketat SOP, pemerintah juga perlu memperkuat mekanisme audit berkala terhadap dapur penyedia, sistem distribusi, dan sertifikasi sanitasi makanan.
Hanya dengan langkah ini, program MBG bisa benar-benar kembali pada tujuan semula: memberikan gizi layak dan aman untuk generasi emas Indonesia.***