SURATDOKTER.com - Singapura dikenal sebagai salah satu negara dengan sistem kesehatan paling efisien di dunia. Salah satu kebijakan uniknya adalah Human Organ Transplant Act (HOTA) — aturan yang secara otomatis mendaftarkan warga negara dan penduduk tetap (permanent resident) berusia 21 tahun ke atas sebagai pendonor organ setelah meninggal dunia.
Kebijakan ini lahir dari kebutuhan nyata: banyak pasien yang menunggu donor organ untuk bertahan hidup, sementara jumlah pendonor sukarela sangat terbatas.
Pemerintah kemudian mengubah pendekatan dari “harus mendaftar untuk menjadi donor” menjadi “otomatis terdaftar kecuali memilih keluar (opt-out)”.
Dengan sistem ini, Singapura berhasil menekan angka kematian akibat kekurangan organ dan menjadi contoh global tentang bagaimana kebijakan publik bisa menyelamatkan banyak nyawa.
Baca Juga: Berikut Ini yang Harus Disiapkan Sebelum dan Sesudah Melakukan Donor Darah
Apa yang Diatur dalam HOTA
HOTA disahkan pertama kali pada tahun 1987 dan terus diperbarui untuk menyesuaikan perkembangan medis. Dalam aturan ini, warga yang memenuhi syarat otomatis menjadi calon pendonor empat organ utama: ginjal, hati, jantung, dan kornea.
Namun, warga tetap memiliki hak penuh untuk menolak atau keluar dari sistem (opt-out) dengan mengajukan formulir resmi. Penolakan bisa dilakukan karena alasan agama, keyakinan pribadi, atau alasan medis tertentu.
Bagi yang tetap terdaftar, proses pengambilan organ hanya dilakukan jika seseorang meninggal secara medis di rumah sakit dan organ masih dalam kondisi layak transplantasi. Semua prosedur dilakukan sesuai standar etika medis internasional.
Mengapa Singapura Memilih Sistem Ini
Sebelum kebijakan ini diterapkan, Singapura menghadapi masalah klasik: banyak pasien gagal ginjal, jantung, dan hati yang menunggu donor, namun jumlah pendonor sukarela sangat kecil. Hal ini menciptakan ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan organ.
Dengan sistem pendaftaran otomatis, pemerintah berharap setiap warga sadar bahwa setelah meninggal, tubuh mereka masih dapat memberi kehidupan baru bagi orang lain.
Pendekatan ini juga membantu menormalisasi budaya donor organ di masyarakat yang sebelumnya cenderung tabu membicarakan kematian dan donasi tubuh.
Selain itu, sistem opt-out dianggap lebih adil karena memberi kesempatan bagi semua orang untuk ikut berkontribusi, sambil tetap menghormati hak individu untuk menolak.
Baca Juga: Benarkah Donor Darah Tak untuk Semua Orang ? Cek Fakta Lengkapnya Berikut!
Pertimbangan Etis dan Sosial
Meski banyak manfaatnya, kebijakan ini sempat menimbulkan perdebatan etika. Sebagian masyarakat mempertanyakan apakah sistem otomatis berarti semua warga benar-benar memberi persetujuan sadar (informed consent).
Artikel Terkait
Benarkah Donor Darah Tak untuk Semua Orang ? Cek Fakta Lengkapnya Berikut!
Coba Donor Darah Pertama Kali, Cinta Laura Jadi Tahu Dirinya Memiliki Golongan Darah Langka
Berikut Ini yang Harus Disiapkan Sebelum dan Sesudah Melakukan Donor Darah
Sebelum Donor Darah, Kenali Dahulu Resiko dan Efek Samping yang Bisa Terjadi
IFG Wujudkan Kepedulian Sosial: 250 Pendonor Ramaikan Aksi Donor Darah di HUT Ke-32 PT Grahaniaga Tatautama (GNTU)