SURATDOKTER.com - Gelombang kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali mengguncang publik.
Program yang awalnya diharapkan menjadi langkah besar dalam memperbaiki gizi anak Indonesia kini berada di ujung krisis kepercayaan, setelah ratusan siswa menjadi korban hanya dalam hitungan hari.
Alih-alih menenangkan, berbagai pernyataan dari lembaga pelaksana justru memunculkan pertanyaan baru: apakah MBG masih setia pada misi pemenuhan gizi, atau terseret dalam pusaran kebijakan yang kehilangan kendali di lapangan?
Baca Juga: Desakan Hentikan Program MBG Meningkat, tapi Pemerintah Pilih Jalan Evaluasi Total
Lonjakan Kasus dan Pembentukan Tim Investigasi
Dalam sepekan terakhir, lebih dari 800 siswa di Kabupaten Bandung Barat dilaporkan mengalami gejala keracunan usai menyantap makanan MBG.
Data dari Dinas Kesehatan Bandung Barat menunjukkan, kasus pertama terjadi pada 22 September 2025 dengan 393 korban, disusul dua kejadian serupa yang menambah 449 korban baru hanya dalam tiga hari.
Menanggapi situasi ini, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang mengumumkan pembentukan tim investigasi internal. Tim tersebut melibatkan unsur BPOM, kepolisian, dan dinas kesehatan untuk memastikan proses penyelidikan berjalan transparan.
Namun, bagi masyarakat, langkah ini belum cukup untuk memulihkan rasa percaya.
Keterbukaan hasil investigasi dan tanggung jawab nyata di lapangan kini menjadi tuntutan utama.
Sorotan Tajam pada Menu Makanan MBG
Selain persoalan kebersihan dan pengawasan dapur penyedia, menu makanan MBG kini juga disorot tajam oleh kalangan ahli gizi.
Program yang seharusnya menjadi cermin kekayaan pangan lokal justru menampilkan menu burger, sosis, dan spageti, yang dinilai kurang relevan dengan kebutuhan gizi anak Indonesia.
Ahli gizi dr. Tan Shot Yen menyebut bahwa menu seperti burger dan pasta bukan hanya tidak menggambarkan identitas pangan nusantara, tetapi juga berpotensi menumbuhkan ketergantungan pada bahan impor seperti gandum.
Baca Juga: BGN Pastikan Ganti Food Tray MBG Jika Terbukti Mengandung Minyak Babi
Ia menilai, program ini semestinya mengedepankan makanan lokal yang kaya protein alami, seperti ikan, sayuran, dan umbi-umbian.
Tan mengusulkan agar 80 persen menu MBG berbasis pangan lokal agar selaras dengan ketersediaan bahan di setiap daerah.
Ia mencontohkan, anak Papua seharusnya bisa menikmati ikan kuah asam, sedangkan anak Sulawesi dapat menyantap kapurung, bukan burger hasil olahan industri yang tidak jelas kandungan nutrisinya.
Artikel Terkait
MBG Disebut Bisa Bantu Anak Lebih Pintar Matematika dan Bahasa Inggris, Begini Penjelasan Stella Christie
BGN Pastikan Ganti Food Tray MBG Jika Terbukti Mengandung Minyak Babi
Evaluasi Program MBG Usai 364 Siswa Keracunan di Bandung Barat
Pemerintah Wajibkan Dapur MBG Bersertifikat: Dari Kebersihan, Keamanan Pangan hingga Halal
Desakan Hentikan Program MBG Meningkat, tapi Pemerintah Pilih Jalan Evaluasi Total