SURATDOKTER.com - Kehamilan merupakan masa penting yang menentukan fondasi kesehatan anak di masa depan. Selama 9 bulan, janin tumbuh dan berkembang di dalam rahim, menyerap berbagai hal dari ibunya—termasuk oksigen, nutrisi dan juga emosi.
Tak heran jika para calon ibu biasanya berhati-hati dalam menjaga pola makan dan menjauhi zat berbahaya. Namun, ada satu faktor yang sering diabaikan: stres selama kehamilan.
Stres bukanlah istilah asing, namun secara biologis, maknanya jauh lebih dalam. Dr. Thomas R. Verny, seorang dokter dan penulis buku Explorations of the Mind, menyebut stres sebagai keadaan saat tubuh perlu menyesuaikan diri terhadap tuntutan, baik dari dalam maupun luar. Ketika tubuh tidak mampu beradaptasi dengan tekanan tersebut, stres bisa menjadi gangguan yang serius.
Baca Juga: Susu yang Baik untuk Ibu Hamil: Pilihan Cerdas untuk Nutrisi Si Kecil Sejak Dini
Dampak Fisiologis dari Stres pada Ibu Hamil
Secara ilmiah, ketika seseorang mengalami stres, kelenjar adrenal melepaskan hormon seperti adrenalin dan noradrenalin. Kedua zat ini menimbulkan respons tubuh yang dikenal sebagai fight or flight, yaitu ketika detak jantung meningkat, tekanan darah naik, dan aliran darah dialihkan ke otot besar agar siap menghadapi ancaman.
Di saat yang sama, sistem saraf simpatik menjadi dominan, sementara sistem parasimpatik—yang berperan dalam pencernaan, tidur, dan pemulihan—tertekan.
Bagi orang dewasa dalam situasi bahaya, reaksi ini bersifat adaptif dan melindungi. Namun, bagi ibu hamil, kondisi ini justru menghambat aliran darah ke rahim.
Akibatnya, janin dapat menerima oksigen dan nutrisi dalam jumlah yang lebih sedikit. Efek ini tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik ibu, tapi juga berdampak langsung pada pertumbuhan organ vital janin, termasuk otaknya.
Baca Juga: Seputar Infeksi Saluran Kencing (ISK) Pada Wanita Hamil
Stres Kronis dan Risiko bagi Janin
Stres ringan dan sementara masih dianggap wajar dan bisa dikelola tubuh. Namun, ketika stres berlangsung lama dan bersifat berat—misalnya akibat tekanan ekonomi, kehilangan pekerjaan, atau kesulitan emosional—maka tubuh ibu akan terus-menerus dibanjiri hormon stres, terutama kortisol.
Menurut penjelasan dari Dr. Verny yang dimuat di Psychology Today, paparan kortisol dalam jangka panjang berpotensi mengganggu proses pembentukan otak janin.
Salah satu tahap penting dalam perkembangan otak adalah migrasi neuron, yaitu pergerakan sel-sel saraf menuju lokasi tertentu sesuai cetak biru genetik.
Bila kadar kortisol terlalu tinggi, maka jalur migrasi ini bisa terganggu, menyebabkan sel saraf tidak berada pada tempat yang seharusnya dan koneksi antar bagian otak menjadi tidak optimal.
Hal ini bisa memengaruhi kemampuan kognitif, pengaturan emosi, bahkan perilaku anak kelak. Risiko gangguan seperti kesulitan belajar atau gangguan perhatian pun dapat meningkat jika stres ibu selama kehamilan tidak ditangani dengan baik.
Artikel Terkait
Mau Tahu Perubahan Apa Yang Dirasakan Ibu Hamil Pada Tubuhnya?
Waspada Ibu Hamil Kekurangan Protein: Salah Satu Tandanya Jadi Sering Mengidam yang Manis-manis
Berikut List Makanan yang Tidak Boleh Dikonsumsi Oleh Ibu Hamil! Calon Mama Harus Tahu Ini!
Kata Bill Gates Usai Intip Program Makan Bergizi Gratis di Sekolah, Sebut MBG Juga Akan Bermanfaat untuk Ibu Hamil-Menyusui
Susu yang Baik untuk Ibu Hamil: Pilihan Cerdas untuk Nutrisi Si Kecil Sejak Dini