SURATDOKTER.com - Penelitian baru-baru ini menyebut bahwa penggunaan ganja -- dari sesekali hingga ketergantungan -- dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2 hampir empat kali lipat dibanding orang yang tidak menggunakan ganja.
Angka ini muncul setelah melihat data kesehatan lebih dari 4 juta orang dewasa. Artikel ini akan menjelaskan penelitian tersebut, apa artinya, mekanisme yang mungkin, serta apa yang bisa dilakukan agar tetap sehat.
Baca Juga: Prestasi Anak Bangsa: Inovasi Senyawa Herbal Baru untuk Kendalikan Diabetes
Temuan Utama dari Penelitian
- Para peneliti dari Boston Medical Center mengumpulkan catatan medis dari 54 institusi kesehatan di AS dan Eropa menggunakan jaringan TriNetX.
- Sekitar 96.795 orang dengan catatan penggunaan ganja (dari pengguna ringan hingga berat) dibandingkan dengan 4.160.998 orang yang tidak pernah menggunakan ganja atau penyakit kronis besar.
- Kedua kelompok diikuti selama lima tahun.
- Hasilnya, 2,2% dari pengguna ganja didiagnosis diabetes tipe 2 dalam periode pengamatan, sedangkan hanya 0,6% dari non-pengguna yang mengembangkan penyakit tersebut. Setelah memperhitungkan tekanan darah tinggi, kolesterol, penyakit kardiovaskular, konsumsi alkohol dan zat lain, serta faktor gaya hidup, penggunaan ganja tetap dikaitkan dengan risiko hampir 4 kali lipat.
Bagaimana Ganja Bisa Meningkatkan Risiko Diabetes?
Penelitian ini belum membuktikan bahwa ganja menyebabkan diabetes, melainkan menemukan korelasi kuat. Namun, beberapa mekanisme biologis dan perilaku dijadikan hipotesis:
- Resistensi insulin: Paparan ganja mungkin merangsang sistem endokannabinoid dalam tubuh, khususnya reseptor CB1, yang bisa meningkatkan lemak visceral dan di hati, lalu mengurangi kepekaan insulin.
- Perilaku makan berlebih: Ganja sering menimbulkan nafsu makan (“munchies”). Ini bisa mendorong konsumsi makanan tinggi kalori, gula, atau lemak.
- Peradangan & stres oksidatif: Efek samping penggunaan ganja mungkin termasuk peradangan ringan kronis dan stres oksidatif, yang bisa mengganggu fungsi sel penghasil insulin (sel β) dan metabolisme glukosa.
- Gaya hidup terkait: Banyak pengguna ganja juga mungkin memiliki faktor risiko lain seperti aktivitas fisik rendah, pola tidur terganggu, penggunaan zat lain seperti alkohol atau tembakau, yang bersama-sama bisa memperburuk risiko metabolik.
Baca Juga: Dokter di Tiongkok Berhasil Menyembuhkan Diabetes Tipe 1, Menggunakan Transplantasi Sel Punca
Keterbatasan Penelitian: Apa yang Belum Bisa Diketahui
- Studi ini retrospektif, artinya melihat data masa lalu. Karena itu penelitian tidak bisa menetapkan sebab-akibat langsung.
- Detail penggunaan ganja (berapa sering, dosis, bentuk konsumsi seperti asap atau edibles) tidak selalu tercatat dengan baik.
- Populasi dalam studi beragam, tetapi efek mungkin berbeda tergantung usia, genetika, pola makan, dan faktor lingkungan.
Implikasi untuk Kesehatan dan Tindakan yang Bisa Diambil
- Untuk pengguna ganja: penting untuk mengetahui potensi risiko metabolik dan rutin melakukan pemeriksaan gula darah serta fungsi pankreas dan hati.
- Profesional kesehatan mungkin perlu memasukkan pertanyaan tentang penggunaan ganja dalam riwayat medis untuk menilai risiko diabetes.
- Upaya pencegahan tetap fokus pada gaya hidup: pola makan sehat, aktivitas fisik teratur, tidur cukup, dan mengurangi faktor risiko tambahan seperti merokok atau konsumsi alkohol.
- Edukasi publik sangat penting agar orang memahami bahwa legalitas atau persepsi “aman” dari ganja tidak otomatis berarti bebas risiko kesehatan.
Baca Juga: 10 Gejala Awal Diabetes yang Sering Diabaikan, No. 4 Bikin Nggak Nyangka!
Studi besar terbaru menemukan hubungan kuat antara penggunaan ganja dan meningkatnya risiko diabetes tipe 2, hingga hampir empat kali lipat dibanding non-pengguna.
Meski demikian, hubungan ini bersifat asosiasi, bukan kepastian sebab-akibat. Untuk menjaga kesehatan, pengguna ganja sebaiknya lebih waspada, memperhatikan gaya hidup, dan memonitor kondisi kesehatan secara berkala.***