SURATDOKTER.com - Ketika dunia modern sibuk mencari solusi atas meningkatnya kasus gangguan mental, sebuah nama dari abad ke-9 muncul dari sejarah dengan gagasan yang tampak mendahului zamannya: Abu Zayd Al-Balkhi.
Sosok yang berasal dari wilayah Balkh, yang kini menjadi bagian dari Afghanistan, telah menanamkan dasar-dasar kesehatan mental dalam pemikiran keilmuan Islam jauh sebelum istilah "psikologi" dikenal luas.
Baca Juga: Pentingnya Penanganan Kesehatan Mental di Kampus
Awal Perjalanan Seorang Cendekiawan
Abu Zayd Al-Balkhi lahir pada tahun 850 M di kota Shamistiyan, Balkh. Di usia muda, ia melakukan perjalanan ke Irak dan menimba ilmu dari para pemikir terkemuka di masa itu, termasuk filsuf Abu Yusuf al-Kindi.
Perjalanan intelektualnya mempertemukannya dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan: geografi, matematika, dan juga bidang yang saat itu belum banyak dibahas—ilmu jiwa.
Berbekal pengaruh dari lingkungan intelektual peradaban Islam yang tengah berada di puncak kejayaan, Al-Balkhi menumbuhkan pandangan yang menyeluruh tentang manusia sebagai makhluk yang terdiri dari jasmani dan ruhani.
Pandangan Revolusioner tentang Kesehatan Jiwa
Dalam karyanya yang berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus atau yang berarti Manfaat bagi Tubuh dan Jiwa, Al-Balkhi menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis tidak bisa dipisahkan dari kesehatan fisik.
Ia menekankan bahwa gangguan jiwa sama seriusnya dengan penyakit tubuh, dan karena itu memerlukan penanganan yang tepat.
Al-Balkhi memperkenalkan dua konsep utama yang belum dikenal luas pada zamannya: al-Tibb al-Ruhani (pengobatan jiwa) dan Tibb al-Qalb (pengobatan hati).
Baca Juga: Mudah Emosi ke Orang Tua: Psikolog Sebut Karena Ada Luka Lama yang Belum Sembuh
Ia membagi gangguan emosional menjadi empat kategori besar—ketakutan dan kecemasan, kemarahan dan agresi, kesedihan dan depresi, serta obsesi—yang dapat dikatakan mencerminkan fondasi awal dari pengelompokan gangguan mental saat ini.
Kritik terhadap Dunia Medis Masa Itu
Salah satu kontribusi penting Al-Balkhi adalah kritiknya terhadap para tabib atau dokter pada masanya, yang menurutnya terlalu terfokus pada aspek fisik manusia. Ia menegaskan bahwa manusia tersusun atas dua unsur: tubuh dan jiwa.
Menurutnya, bila salah satunya sakit, maka kesehatan sejati tidak akan pernah tercapai. Oleh karena itu, ia menyerukan pendekatan holistik yang memperhatikan keseimbangan antara keduanya.
Akar Spiritual dari Pemikirannya
Pandangan Al-Balkhi tidak lepas dari nilai-nilai keislaman yang mendalam. Ia mengaitkan kesejahteraan jiwa dengan nasihat-nasihat dalam Al-Qur'an dan hadis, seperti ayat yang menyebutkan bahwa “Dalam hati mereka ada penyakit” (QS 2:10). Baginya, hati adalah pusat spiritual dan emosional manusia yang menjadi kunci keseimbangan batin.