SURATDOKTER.com - Banyak orang mengira bahwa gangguan pencernaan hanya soal perut kembung atau sembelit sesekali. Padahal, ada satu fungsi penting dalam sistem pencernaan yang sering luput dari perhatian: motilitas usus.
Istilah ini merujuk pada kemampuan otot-otot saluran cerna untuk mendorong makanan, cairan, dan sisa pencernaan ke seluruh sistem pencernaan.
Jika fungsi ini terganggu, berbagai gejala tidak nyaman bisa muncul, dan bila dibiarkan, dapat memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan.
Apa Itu Gangguan Motilitas?
Motilitas mengacu pada gerakan alami usus dalam mendorong isi saluran cerna. Proses ini dikendalikan oleh sistem saraf dan otot polos yang berada di dinding usus.
Ketika fungsi ini tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka makanan yang seharusnya terus bergerak bisa melambat, tertahan, atau justru terlalu cepat keluar dari tubuh. Kondisi ini dikenal sebagai gangguan motilitas.
Gangguan ini tidak hanya terjadi di usus besar, tetapi juga bisa menyerang lambung, usus halus, bahkan kerongkongan. Setiap bagian memiliki pola motilitas tersendiri, dan masalah pada salah satunya bisa menyebabkan berbagai keluhan yang berbeda.
Gejala yang Perlu Diwaspadai
Gejala gangguan motilitas dapat bervariasi tergantung bagian saluran cerna yang terlibat. Namun, beberapa tanda umum yang sering dilaporkan antara lain:
- Perut terasa kembung dan penuh meski baru makan sedikit
- Sering mengalami sembelit atau justru diare berulang
- Nyeri perut yang datang dan hilang tanpa penyebab jelas
- Rasa mual yang muncul terutama setelah makan
- Kentut berlebihan tapi sulit buang air besar
- Penurunan nafsu makan dan berat badan
Pada kasus tertentu, penderita juga mengeluhkan nyeri dada atau kesulitan menelan bila gangguan motilitas terjadi di saluran atas seperti kerongkongan.
Baca Juga: Apakah Kelebihan Berat Badan Bisa Tingkatkan Risiko Kanker Usus Besar? Ini Penjelasan Sederhananya
Apa Penyebabnya?
Penyebab gangguan motilitas cukup beragam. Beberapa di antaranya melibatkan gangguan pada sistem saraf otonom, ketidakseimbangan hormon pencernaan, efek samping obat-obatan tertentu, hingga penyakit autoimun yang menyerang sistem pencernaan.