Pemerintah Singapura menanggapi dengan meningkatkan kampanye edukasi dan transparansi. Mereka memastikan setiap warga memahami haknya untuk memilih keluar, serta menjelaskan bahwa tidak ada organ yang diambil tanpa pemeriksaan medis dan hukum yang ketat.
Dari sisi keagamaan, pemerintah juga bekerja sama dengan berbagai lembaga lintas iman untuk menegaskan bahwa donor organ adalah tindakan kasih dan kemanusiaan.
Beberapa tokoh agama bahkan mendukung kebijakan ini karena sejalan dengan nilai memberi kehidupan kepada sesama.
Dampak dan Pelajaran bagi Negara Lain
Lebih dari tiga dekade sejak diterapkan, sistem HOTA terbukti meningkatkan jumlah transplantasi dan memperpendek waktu tunggu pasien.
Rumah sakit di Singapura kini memiliki prosedur cepat dan efisien untuk memanfaatkan organ yang layak tanpa memperpanjang proses administratif.
Banyak negara lain seperti Spanyol, Inggris, dan Korea Selatan mulai melirik sistem serupa karena terbukti lebih efektif dibandingkan sistem donor sukarela.
Baca Juga: Apakah Donor Darah Ketika Berpuasa Diperbolehkan? Berikut Penjelasannya!
Bagi Indonesia, kebijakan ini bisa menjadi inspirasi dalam membangun kesadaran nasional tentang pentingnya donor organ.
Dengan pendekatan yang menghormati nilai budaya dan agama, konsep “memberi kehidupan setelah kehidupan” dapat menjadi bagian dari gerakan kesehatan masyarakat yang kuat.
Kebijakan donor organ otomatis di Singapura bukan sekadar keputusan hukum, tetapi juga pernyataan moral bahwa setiap kehidupan berharga dan setiap tubuh dapat memberi harapan baru bagi orang lain.
Di balik sistem yang tampak sederhana ini, ada nilai kemanusiaan yang mendalam — bahwa saat seseorang pergi, kehidupan lain bisa terus berjalan karena sebuah keputusan penuh kasih.
Dengan edukasi yang baik dan sistem yang transparan, dunia bisa belajar dari Singapura bahwa teknologi, kebijakan, dan hati nurani dapat berjalan seiring untuk menyelamatkan nyawa manusia.***