news

BGN dan BPOM Ungkap Akar Masalah Keracunan MBG: Pelanggaran SOP hingga Minimnya Sanitasi Dapur SPPG

Minggu, 26 Oktober 2025 | 15:00 WIB
BGN dan BPOM ungkap akar masalah keracunan MBG


SURATDOKTER.com - Kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan nasional.

Program unggulan pemerintah ini sejatinya bertujuan memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah dan ibu hamil di seluruh Indonesia, namun dalam dua bulan terakhir, kasus keracunan massal meningkat di berbagai wilayah.

Dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI pada 1 Oktober 2025, Badan Gizi Nasional (BGN) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memaparkan hasil investigasi terkait sumber permasalahan.

Kedua lembaga tersebut sepakat bahwa sebagian besar kasus bermula dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) — dapur pelaksana MBG — yang belum mematuhi standar keamanan pangan secara menyeluruh.

Baca Juga: Insentif Rp100 Ribu untuk Guru Penanggung Jawab: Strategi Baru Pemerintah Perkuat Distribusi Program Makan Bergizi Gratis

Mayoritas SPPG Belum Memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menyoroti fakta bahwa sebagian besar SPPG belum mengantongi Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS), padahal sertifikat tersebut merupakan syarat wajib dalam penyelenggaraan layanan pengolahan makanan publik.

Dari hasil pengawasan BPOM, 18 dari 19 SPPG yang bermasalah tercatat tidak memiliki sertifikasi tersebut. Kondisi ini membuat pengawasan sanitasi menjadi lemah dan berpotensi menimbulkan risiko kontaminasi silang, terutama saat proses penyimpanan dan distribusi makanan.

BPOM juga mencatat bahwa peningkatan kasus keracunan paling tinggi terjadi pada periode Juli hingga September 2025, ketika intensitas produksi MBG meningkat di berbagai wilayah.

Taruna menegaskan bahwa evaluasi dilakukan bukan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk memperbaiki sistem agar pelaksanaan MBG ke depan lebih aman.

BGN: Pelanggaran SOP Jadi Sumber Utama Masalah

Sementara itu, Kepala BGN, Dadan Hindayana, menegaskan bahwa penyebab utama kasus keracunan berasal dari ketidakpatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan oleh lembaganya.

Beberapa pelanggaran yang ditemukan antara lain:

1. Pembelian bahan baku tidak sesuai jadwal. Seharusnya dilakukan maksimal dua hari sebelum pengolahan, namun ditemukan SPPG yang membeli hingga empat hari sebelumnya.

2. Proses memasak dan pengiriman melebihi batas waktu aman. Berdasarkan SOP, makanan harus dikirim maksimal empat hingga enam jam setelah dimasak, namun di beberapa daerah ditemukan pengiriman yang mencapai 12 jam lebih, seperti kasus di Bandung.

Akibat pelanggaran tersebut, makanan berisiko mengalami penurunan kualitas dan kontaminasi mikroba, yang akhirnya menyebabkan gejala keracunan seperti mual, muntah, dan diare pada anak-anak penerima manfaat.

Halaman:

Tags

Terkini