SURATDOKTER.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan tajam dari anggota Komisi IX DPR RI.
Kali ini, perdebatan muncul akibat penggunaan makanan ultra processed food (UPF) seperti burger, sosis, dan nugget dalam menu MBG yang semestinya berfokus pada penyediaan makanan sehat dan bergizi seimbang bagi anak sekolah.
Dalam rapat bersama, pernyataan BGN mengenai pelarangan makanan ultra proses dalam menu MBG.
DPR Cecar BGN soal Kebijakan Makanan Ultra Proses
Charles menilai bahwa perbedaan pernyataan antara pejabat BGN menunjukkan kurangnya kejelasan dalam arah kebijakan.
Sebelumnya, Wakil Kepala BGN, Nanik, menyampaikan rencana untuk melarang penggunaan produk ultra processed food (UPF) dalam sajian MBG, sementara surat resmi dari Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan, justru menyebut bahwa produk seperti biskuit, nugget, roti, dan sereal tetap boleh digunakan asal diproduksi oleh UMKM lokal.
Perbedaan ini memicu pertanyaan besar di kalangan anggota DPR. Menurut Charles, inti masalahnya bukan di mana produk itu dibuat, tetapi apa kandungan dan tingkat proses pengolahannya.
UPF diketahui mengandung gula, garam, dan lemak tinggi yang bisa berdampak buruk bagi kesehatan anak-anak bila dikonsumsi berlebihan.
Ia meminta BGN untuk berkoordinasi dengan BPOM dan Kemenkes agar kebijakan gizi MBG selaras dengan pedoman resmi tentang konsumsi makanan sehat dan aman untuk anak sekolah.
Apa Itu Makanan Ultra Processed (UPF)
Istilah UPF (Ultra Processed Food) merujuk pada makanan hasil olahan industri dengan proses panjang dan banyak tambahan bahan sintetis, seperti pengawet, pewarna, pemanis buatan, dan perasa kimia. Contohnya meliputi mie instan, nugget, burger, sosis, biskuit kemasan, dan sereal manis.
Beberapa ahli gizi, termasuk Tan Shot Yen, telah mengkritik penggunaan UPF dalam menu MBG karena tidak sejalan dengan prinsip dasar makanan bergizi. Ia menyoroti bahwa anak-anak Indonesia seharusnya dikenalkan pada pangan lokal alami—bukan makanan cepat saji yang berbahan dasar tepung terigu impor.
Menurutnya, ketika anak sekolah menerima menu seperti burger atau spaghetti, pesan edukatif tentang gizi sehat menjadi kabur. Selain tidak sesuai dengan karakter pangan Indonesia, konsumsi makanan olahan berlebihan juga berisiko meningkatkan obesitas, diabetes tipe 2, dan gangguan metabolik di masa depan.
Sikap Tegas BGN: Dukung Pangan Lokal, Tolak Produk Pabrikan
Menanggapi kritik tersebut, Nanik, Wakil Kepala BGN, menegaskan bahwa dapur MBG seharusnya menjadi sarana untuk menggerakkan ekonomi lokal.
Ia menyatakan bahwa program MBG bukan untuk memperkaya industri besar, melainkan untuk memberdayakan ibu rumah tangga dan pelaku UMKM pangan di daerah.