SURATDOKTER.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi topik pembahasan di parlemen setelah berbagai persoalan muncul di lapangan, termasuk kasus keracunan massal yang menimpa lebih dari lima ribu siswa di berbagai daerah.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menilai pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelaksanaan MBG, agar program prioritas nasional ini tetap berjalan dengan aman, efisien, dan tepat sasaran.
Salah satu gagasan baru yang ia lontarkan adalah mengubah fungsi kantin sekolah menjadi dapur MBG lokal.
Usulan Rehabilitasi Kantin Sekolah
Said menjelaskan bahwa dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) selama ini menanggung beban berat karena harus memproduksi hingga 3.000 porsi makanan setiap hari. Dengan beban sebesar itu, risiko penurunan kualitas makanan maupun masalah sanitasi sangat mungkin terjadi.
Ia mengusulkan agar pemerintah merehabilitasi fasilitas kantin sekolah dan menjadikannya sebagai dapur MBG di setiap lokasi.
Dengan sistem desentralisasi ini, setiap dapur hanya akan melayani kebutuhan gizi untuk siswa di sekolah tersebut, bukan lintas wilayah seperti sekarang.
Menurutnya, sistem ini akan lebih mudah diawasi dari sisi higienitas, sanitasi, dan pengelolaan bahan baku. Selain itu, dengan jangkauan distribusi yang lebih pendek, makanan akan tetap segar dan aman dikonsumsi.
Ia menilai, jika pemerintah memperbaiki dan memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada di sekolah, seperti kantin dan area makan bersama, pelaksanaan MBG akan lebih efisien tanpa membebani SPPG.
Sorotan atas Kasus Keracunan Massal
Kasus keracunan massal di sejumlah daerah, termasuk di Kabupaten Bandung Barat, menjadi latar belakang munculnya wacana evaluasi ini.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, penyebab utama diketahui berasal dari pengolahan makanan yang tidak higienis dan bahan pangan yang sudah tidak segar.
Baca Juga: Kemenkes Turun Tangan Awasi Program MBG: SPPG Wajib Punya SLHS, Puskesmas dan UKS Dilibatkan
Menurut Said, situasi ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara target jumlah penerima manfaat dan kemampuan operasional di lapangan.
Ia menegaskan bahwa program besar seperti MBG tidak hanya memerlukan anggaran yang memadai, tetapi juga pengawasan ketat, sistem logistik yang efisien, dan keterlibatan ahli gizi profesional.