SURATDOKTER.com - Beberapa waktu lalu sempat ramai dengan pemberitaan mengenai hak korban kekerasan seksual untuk melakukan aborsi. Tentunya, pengguguran kandungan ini harus dilakukan dengan prosedur yang ketat. Berikut ini berita lengkapnya.
Respon Mengenai Hak Korban Kekerasan Seksual untuk Aborsi
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) telah merespons terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Baca Juga: Impostor Syndrome, Penyebab Seseorang Tidak Pernah Puas dengan Pencapaian Diri Sendiri
Peraturan ini mengatur praktik aborsi secara legal dengan syarat tertentu, termasuk bagi korban pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya.
Peraturan ini mencakup ketentuan yang memperbolehkan penguguran kandungan dalam situasi darurat medis atau bila kehamilan merupakan hasil dari tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual.
Meski demikian, ketentuan ini menetapkan bahwa praktik ini harus dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan. Hal ini penting karena prosedur ini memiliki risiko tinggi yang dapat membahayakan nyawa jika tidak dilakukan dengan benar.
Kepala Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menekankan pentingnya mematuhi SOP dalam melakukan penguguran kandungan. Prosedur ini harus dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten dan di fasilitas kesehatan yang memenuhi persyaratan.
Aborsi, meskipun diperbolehkan dalam keadaan tertentu, tetap memerlukan perhatian khusus untuk menghindari risiko kesehatan yang dapat ditimbulkan.
Aspek psikologis dari aborsi juga mendapatkan perhatian dalam peraturan ini. Proses ini dapat berdampak besar pada kondisi mental korban, sehingga penting untuk menyediakan pendampingan dan konseling yang memadai sebelum dan setelah prosedur dilakukan.
Baca Juga: Manfaat Lain Pil KB, Tak Hanya untuk Mencegah Kehamilan Tetapi Juga Bisa Atasi Jerawat Hormonal!
Dukungan dari profesional kesehatan mental seperti psikiater dan psikolog dianggap krusial untuk membantu korban mengatasi dampak emosional yang mungkin timbul.
Pengguguran Kandungan Tidak Boleh Dilakukan Secara Asal
Di sisi lain, terdapat kekhawatiran mengenai potensi salah tafsir dari peraturan baru ini di kalangan masyarakat.
Pasal 116 dari PP tersebut menyatakan bahwa aborsi dilarang kecuali dalam situasi kedaruratan medis atau jika kehamilan merupakan hasil dari tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual.
Meskipun tampaknya peraturan ini memberikan izin untuk mengugurkan kandungan, penting untuk memahami konteks medis di mana tindakan ini mungkin diperlukan dan dibutuhkan.