Mereka menilai bahwa sudah semestinya perhatian serius diberikan kepada infrastruktur dasar, terutama di wilayah yang menjadi lokasi tugas para pelayan masyarakat seperti guru dan tenaga kesehatan.
Selain menyoroti kondisi jalan yang buruk, kejadian ini juga menyentil soal tanggung jawab negara dalam memastikan perlindungan dan fasilitas bagi mereka yang bertugas di garis terdepan.
Pemberian insentif saja tidak cukup apabila tidak diiringi dengan jaminan keselamatan dan akses memadai.
Banyak tenaga kesehatan yang bekerja di daerah tertinggal rela berpisah dari keluarga, hidup dalam keterbatasan, dan tetap melayani dengan sepenuh hati.
Namun, ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, seringkali mereka juga harus menghadapi tantangan logistik yang seharusnya bisa diantisipasi lewat pembangunan yang lebih merata.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa pelayanan kesehatan tidak hanya soal tenaga medis dan obat-obatan, tetapi juga soal akses dan sarana pendukung.
Pemerataan pembangunan infrastruktur, terutama di daerah terisolasi, menjadi bagian penting dari sistem kesehatan yang menyeluruh.
Perjalanan terakhir tenaga kesehatan tersebut bukan hanya tentang kesedihan, tapi juga menjadi simbol dari perjuangan mereka yang bekerja dalam sunyi di sudut-sudut negeri yang jarang tersorot.
Semoga kejadian ini membuka mata banyak pihak akan pentingnya kehadiran negara di setiap jengkal tanah Indonesia, terutama untuk mereka yang telah lebih dulu hadir untuk masyarakat.***
Artikel Terkait
Kecam Rasisme: RS Medistra Diduga Larang Dokter dan Nakes Pakai Hijab!
Menangis di Garis Depan: Kisah Pengabdian Nakes Reygita Dalam Melawan Malaikat Maut dan Menemukan Makna
Ratusan Pegawai dan Nakes RSUP Sardjito Melakukan Aksi Demo Terkait THR yang Hanya Diberikan 30Persen
Pemerintah Upayakan Bantuan Rumah Bersubsidi Bagi Para Nakes
2 Orang Nakes Dipecat Usai Video Live Saat Bertugas di Ruang Operasi Viral Di Media Sosial