SURATDOKTER.com - Rangkaian kepulangan jemaah haji Indonesia telah dimulai sejak 11 Juni 2025. Hingga pertengahan bulan ini, tercatat lebih dari 23 ribu jemaah sudah kembali ke Tanah Air.
Meski telah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah, perhatian terhadap kesehatan para jemaah tidak boleh diabaikan.
Petugas haji memberikan imbauan agar para jemaah yang baru tiba segera memantau kondisi tubuh mereka. Ibadah haji dikenal sebagai ibadah fisik yang cukup berat.
Baca Juga: Tetap Mabit di Mina, Ini Alasan Kemenag Batal Terapkan Tanazul untuk Jemaah Haji Indonesia
Mulai dari thawaf, sa’i, hingga wukuf di Arafah, semuanya menuntut energi dalam jumlah besar. Aktivitas ini tidak hanya menguras stamina, tetapi juga berisiko menimbulkan gangguan kesehatan, terutama jika dilakukan di bawah suhu ekstrem.
Selama di Tanah Suci, para jemaah menghadapi suhu udara yang sangat tinggi. Puncak panas terjadi pada bulan Juni hingga Juli, dengan suhu yang tercatat mencapai lebih dari 45 derajat Celcius di Makkah, dan bahkan menyentuh angka 47 derajat Celcius di Madinah. Suasana terasa lebih menyengat karena udara yang kering dan kelembapan yang sangat rendah.
Perubahan suhu yang begitu ekstrem dibandingkan dengan iklim di Indonesia dapat menimbulkan dampak pada tubuh, khususnya ketika proses adaptasi belum sepenuhnya selesai. Karena itu, jemaah diimbau untuk lebih peka terhadap gejala-gejala awal yang mungkin muncul pasca kepulangan.
Beberapa gejala yang patut diwaspadai antara lain batuk, demam, kelelahan, dan sesak napas. Bila mengalami kondisi tersebut, disarankan untuk segera mendatangi fasilitas kesehatan terdekat seperti puskesmas atau rumah sakit.
Petugas kesehatan juga mengingatkan pentingnya memperhatikan kondisi tubuh dalam dua pekan pertama setelah tiba di rumah. Dalam rentang waktu ini, biasanya gejala gangguan kesehatan mulai tampak jika memang ada masalah yang dibawa dari perjalanan.
Riwayat aktivitas selama berhaji sebaiknya juga disampaikan saat berkonsultasi dengan petugas medis. Informasi ini akan membantu dalam menentukan diagnosis maupun penanganan yang sesuai.
Misalnya, jemaah yang sempat kelelahan saat puncak ibadah atau sempat berada lama di bawah terik matahari, bisa saja mengalami dehidrasi ringan yang berdampak pada fungsi organ dalam.
Faktor cuaca ekstrem bukan satu-satunya hal yang berpotensi memengaruhi kesehatan. Faktor kepadatan massa, kurang istirahat, serta paparan debu juga menjadi risiko tersendiri selama berada di Tanah Suci.
Oleh sebab itu, evaluasi kesehatan sepulang haji bukanlah hal sepele, melainkan bagian penting dalam menjaga keselamatan jangka panjang.
Artikel Terkait
Mendekati Puncak Haji, Jemaah Haji Banyak yang Terkena Gangguan Tulang dan Sendi
Kemenag Ungkap Perlakuan Istimewa Pemerintah Arab Saudi, Ambulans untuk Jemaah Haji Indonesia Boleh Masuk Arafah dan Mina
Wukuf di Arafah Jadi Puncak Ibadah Haji, Ini Rangkaian Kegiatan Jemaah Indonesia
Negosiasi Kemenag RI Tembus Pemerintah Arab Saudi, Klinik Kesehatan untuk Jemaah Haji Indonesia Diizinkan Beroperasi Lagi
Tetap Mabit di Mina, Ini Alasan Kemenag Batal Terapkan Tanazul untuk Jemaah Haji Indonesia