SURATDOKTER.com - Pada masa wabah Black Death yang melanda Eropa pada abad ke-14, para dokter yang merawat pasien penyakit pes menggunakan kostum yang sangat mencolok dan berbeda dari kostum dokter pada umumnya.
Kostum ini terkenal dengan topeng berbentuk paruh burung, yang dikenal sebagai plague mask atau topeng wabah. Topeng tersebut bukan hanya berfungsi sebagai pelindung diri, tetapi juga memiliki makna yang lebih dalam terkait dengan pemahaman medis pada waktu itu.
Topeng dengan paruh burung ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter asal Prancis, Charles de Lorme, pada abad ke-17.
Desain topeng ini terbuat dari bahan yang keras dengan paruh panjang yang digunakan untuk menampung berbagai rempah-rempah seperti daun mint, bunga mawar, dan rempah lainnya.
Baca Juga: Virus HMPV Merebak, Indonesia di Ambang Wabah Baru?
Tujuan dari paruh tersebut adalah untuk menyaring udara yang diduga terkontaminasi oleh penyakit.
Pada saat itu, penyebab wabah masih belum diketahui dengan pasti, dan dokter percaya bahwa penyakit menyebar melalui udara yang tercemar, atau yang dikenal dengan teori miasma.
John Henderson, seorang sejarawan, menjelaskan dalam bukunya Florence Under Siege: Surviving Plague in an Early Modern City bahwa rempah-rempah yang dimasukkan ke dalam paruh topeng bertujuan untuk melawan bau busuk yang tercium dari mayat-mayat korban wabah.
Rempah-rempah itu diharapkan bisa menyaring udara dan melindungi dokter dari bahaya penyakit.
Selain itu, jubah kulit yang dilapisi lilin, lensa untuk menutupi mata, sarung tangan kulit, dan pelindung wajah juga digunakan untuk mencegah penyerapan udara yang terkontaminasi.
Kostum ini tidak hanya berfungsi untuk melindungi dokter, tetapi juga untuk meminimalkan kontak langsung dengan pasien.
Dokter wabah membawa tongkat panjang untuk berinteraksi dengan pasien dan memeriksa kondisi mereka tanpa harus mendekat.
Tongkat ini menjadi alat yang sangat berguna, mengingat para dokter harus berhadapan dengan banyak pasien yang terinfeksi dan rentan terhadap penyebaran penyakit.
Pada masa itu, pengetahuan tentang penyebaran penyakit masih sangat terbatas, dan dokter belum mengetahui bahwa wabah sebenarnya disebabkan oleh kutu yang ada pada tikus.
Baca Juga: Lebih dari 200 Penumpang Kapal Pesiar Queen Mary 2 Terkena Wabah Norovirus