SURATDOKTER.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintah dengan tujuan mulia, kini menghadapi ujian berat. Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai daerah melaporkan kasus keracunan massal pada anak sekolah yang diduga berasal dari makanan program tersebut.
Berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN), lebih dari 10 ribu anak menjadi korban dan sedikitnya 70 kasus keracunan tercatat sepanjang tahun 2025.
Situasi ini memicu langkah tegas pemerintah untuk menutup 106 dapur MBG yang terbukti tidak memenuhi standar kebersihan dan operasional.
Langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab negara terhadap keselamatan peserta program, meski di sisi lain menimbulkan kekhawatiran baru bagi orang tua mengenai keamanan makanan anak di sekolah.
Baca Juga: Program MBG dan Ancaman Keracunan Massal: Mengapa Pengawasan Dapur Harus Jadi Prioritas
Langkah BGN dan Pemerintah: Perbaikan Sistem dan Investigasi Nasional
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menegaskan bahwa penutupan dapur dilakukan setelah serangkaian evaluasi lapangan menunjukkan adanya pelanggaran yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Ia juga memastikan pemerintah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk memperbarui data kasus secara real time, yang akan dibuka ke publik demi transparansi.
Di sisi lain, Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menyebut bahwa dua tim investigasi nasional telah diterjunkan untuk mencari akar penyebab keracunan.
Tim tersebut terdiri dari unsur Polri, BIN, BPOM, Dinas Kesehatan daerah, hingga ahli kimia, farmasi, dan gizi. Pendekatan multidisiplin ini diharapkan dapat memperbaiki sistem distribusi dan produksi makanan di dapur MBG.
Investigasi juga menelusuri kemungkinan penyimpangan dalam proses pengadaan bahan baku, penyimpanan makanan, serta sanitasi dapur yang terbukti menjadi titik rawan utama dalam kasus-kasus sebelumnya.
Kritik Publik dan Usulan Perbaikan dari Profesional
Gelombang kritik terhadap pelaksanaan program MBG datang dari kalangan profesional. Chef dan influencer kuliner Ray Janson menilai langkah BGN belum cukup cepat, mengingat jumlah korban terus bertambah sebelum tindakan penutupan dilakukan.
Sementara itu, Ruben, pengusaha katering sehat, menyoroti pentingnya keterlibatan orang tua dalam penyediaan makanan anak. Ia mencontohkan sistem Kyushoku di Jepang, di mana para orang tua berpartisipasi langsung dalam menyiapkan makanan sekolah bersama tenaga dapur.
Baca Juga: Curhat Mahfud MD Usai Cucunya Keracunan MBG: Bukan Sekadar Soal Angka, Tapi Nyawa Anak Bangsa
Keterlibatan ini bukan hanya soal gotong royong, tetapi juga menciptakan rasa tanggung jawab bersama atas kualitas makanan yang dikonsumsi anak-anak. Menurut Ruben, praktik seperti ini bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia untuk membangun budaya makan sehat yang dimulai dari keluarga.
Peran Orang Tua dalam Keamanan Gizi Anak di Sekolah
Kasus keracunan massal MBG membuka ruang diskusi baru tentang peran keluarga dalam pengawasan gizi anak. Orang tua di Indonesia cenderung menyerahkan sepenuhnya urusan makanan sekolah kepada pihak penyedia, padahal keterlibatan aktif dapat menjadi faktor penting dalam menjaga keamanan pangan.