Kasus Ikan Hiu dan Isu Serangga Sebagai Menu
Insiden penggunaan ikan hiu bukan satu-satunya hal yang menarik perhatian publik.
Sebelumnya, Kepala BGN Dadan Hindayana juga sempat menimbulkan perdebatan setelah menyebut serangga seperti belalang dan ulat sagu bisa menjadi sumber protein alternatif dalam menu MBG di daerah tertentu.
Dadan menegaskan bahwa hal tersebut bukan perintah untuk memasukkan serangga ke dalam menu nasional, melainkan contoh dari keragaman sumber protein lokal yang dapat dimanfaatkan di wilayah yang memang terbiasa mengonsumsinya.
Ia menjelaskan bahwa standar MBG tidak mengatur menu tunggal, melainkan berfokus pada komposisi gizi seimbang sesuai kondisi daerah.
Klarifikasi itu disampaikan setelah pernyataannya menimbulkan reaksi beragam di media sosial, terutama dari masyarakat yang belum familiar dengan konsumsi serangga sebagai sumber makanan.
Baca Juga: Pemerintah Wajibkan Dapur MBG Bersertifikat: Dari Kebersihan, Keamanan Pangan hingga Halal
Tantangan Kearifan Lokal dan Standar Keamanan Pangan
Kearifan lokal dalam pangan sejatinya merupakan potensi besar untuk ketahanan gizi nasional. Namun, penerapannya dalam program berskala luas seperti MBG memerlukan pengawasan ketat, uji keamanan bahan baku, dan edukasi terhadap pengolah makanan.
Kandungan gizi yang baik tidak akan memberikan manfaat jika proses pengolahan dan penyimpanan dilakukan tanpa kontrol suhu dan kebersihan yang memadai.
Apalagi, bahan seperti ikan laut memiliki risiko kontaminasi bakteri tinggi bila tidak disimpan pada suhu di bawah 5°C atau tidak dimasak hingga matang sempurna.
BGN berjanji akan melakukan investigasi menyeluruh terhadap kasus di Kalimantan Barat serta memperbarui daftar bahan lokal yang diizinkan berdasarkan uji keamanan terbaru.
Dengan begitu, program MBG diharapkan tetap menjadi jembatan antara pelestarian kearifan lokal dan perlindungan kesehatan anak-anak.
Menggunakan bahan pangan lokal dalam MBG adalah langkah positif selama dijalankan dengan prinsip ilmiah. Kandungan gizi, keamanan bahan, dan edukasi pengolah makanan menjadi tiga pilar utama agar program ini tetap berjalan tanpa risiko kesehatan.
Ke depan, kolaborasi antara ahli gizi, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal diharapkan bisa memperkuat sistem pangan nasional — bukan hanya bergizi, tapi juga aman dan berkelanjutan bagi generasi muda Indonesia.***