SURATDOKTER.com - Tanggal 22 Oktober telah ditetapkan sebagai Hari Kesadaran Gagap Internasional (ISAD) sejak tahun 1998, menandai komitmen global untuk meningkatkan kesadaran publik tentang kegagapan.
Hari ini diperingati untuk memberikan pemahaman lebih dalam mengenai gangguan bicara yang memengaruhi sekitar satu persen dari populasi dunia.
Upaya ini mencakup pendidikan masyarakat mengenai kompleksitas kegagapan, pencegahan kegagapan pada anak-anak, informasi mengenai ketersediaan bantuan, serta mendorong penelitian untuk mencari tahu penyebab dari kondisi ini.
Sejak tahun 1947, inisiatif ini terus berlanjut dengan harapan untuk mengurangi stigma dan meningkatkan dukungan terhadap individu yang mengalami gagap.
Baca Juga: Benarkah Sering Memainkan Bibir Bayi Membuatnya Gagap, Cek Faktanya dan Cara Atasi Gagap pada Anak
Seputar Gagap
Gagap merupakan kondisi yang muncul ketika otot yang digunakan untuk berbicara mengalami ketidakstabilan, menyebabkan gangguan pada alur bicara.
Kondisi ini ditandai dengan jeda, suara yang tidak diinginkan, serta kata-kata yang terputus-putus. Meskipun sering terjadi pada anak-anak, kegagapan dapat memengaruhi individu dari berbagai usia dan latar belakang.
Yang lebih menggembirakan, kegagapan dapat diobati, dan banyak orang akhirnya mampu pulih dari kondisi ini.
Ada beberapa subtipe gagap yang dikenal :
- Gagap perkembangan, yang merupakan gangguan kelancaran bicara yang muncul sejak anak-anak, diakui sebagai gangguan perkembangan saraf. Bentuk ini biasanya dimulai saat usia dini.
- Gagap yang terus-menerus, yang merupakan kelanjutan dari gagap perkembangan hingga dewasa. Gagap yang didapat, di sisi lain, muncul akibat penyakit atau cedera yang memengaruhi otak.
Baca Juga: Benarkah Mainan Berisik Bisa Bikin Anak Speech Delay?
Para peneliti belum sepenuhnya memahami penyebab pasti dari kegagapan. Namun, beberapa faktor yang mungkin berkontribusi telah diidentifikasi.
Riwayat keluarga berperan penting, di mana individu yang memiliki kerabat tingkat pertama yang mengalami gagap memiliki risiko tiga kali lebih tinggi untuk mengalami kondisi yang sama.
Selain itu, faktor genetik seperti mutasi DNA juga diduga terlibat, yang dapat memengaruhi perbaikan atau hilangnya kondisi seiring waktu.
Perbedaan struktur otak juga dapat berkontribusi, di mana individu yang gagap sering kali menunjukkan perbedaan di area otak tertentu yang mengendalikan otot bicara dan koordinasi otot.