Namun, proses hukum mensyaratkan adanya bukti nyata, bukan sekadar dugaan. Oleh karena itu, pihaknya menantang pembuktian yang sah, bukan berdasarkan opini publik atau tekanan dari media sosial.
Pernyataan Syamsul menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang berpijak pada asas pembuktian, bukan negara yang bisa mengambil tindakan hanya berdasarkan perasaan atau persepsi semata.
Ia menegaskan bahwa proses hukum harus dijalankan dengan hati-hati, adil, dan berdasar pada aturan yang berlaku, bukan karena ketenaran atau pengaruh seseorang.
Kasus ini pun menuai perhatian luas, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga dari sudut pandang kesehatan mental. Isu kekerasan psikis, terlebih yang dikaitkan dengan media sosial dan peran publik figur, memang menjadi sorotan.
Namun dalam konteks hukum, semua tuduhan harus dibuktikan melalui proses dan alat bukti yang sah. Hal ini penting agar perlindungan terhadap anak tidak dijadikan alat konflik antar pribadi atau tokoh publik.
Dalam perkembangan lebih lanjut, publik kini menantikan sejauh mana proses hukum akan berjalan dan bukti apa yang akan diajukan oleh masing-masing pihak.
Sementara itu, kasus ini juga mengingatkan pentingnya literasi hukum dan etika digital, agar kebebasan berpendapat tidak menabrak batas-batas hukum, dan tuduhan tidak disampaikan tanpa dasar yang valid.***
Artikel Terkait
Bukan karena Putrinya Mengadu, Ini Alasan Ahmad Dhani dan Mulan Serius Laporkan Perundungan di Medsos ke KPAI
Setelah ke KPAI, Ahmad Dhani Siap Laporkan Psikolog Lita Gading Atas Dugaan Penyerangan Psikis pada Putrinya dengan Mulan Jameela
Putrinya Terima Banyak Hujatan di Medsos, Ahmad Dhani dan Mulan Lapor KPAI: Anak di Bawah Umur Dilindungi Negara
Asmaul Husna hingga Filosofi Sunda, Ini Penjelasan Dedi Mulyadi Soal Logo Baru RSUD Welas Asih
Bukan Perundungan, Pengacara Lita Gading Klaim Video yang Jadi Sumber Huru-hara dengan Ahmad Dhani adalah Konten Edukasi