SURATDOKTER.com - Dulu, susu nabati hanya dikenal sebagai pilihan alternatif bagi mereka yang tidak bisa mengonsumsi susu sapi karena alergi atau intoleransi laktosa.
Namun, kini posisinya telah bergeser. Susu nabati menjadi bagian dari gaya hidup modern dan bahkan sudah masuk menu utama di berbagai kafe besar tanpa biaya tambahan.
Fenomena ini mendatangkan peluang bisnis yang besar, dari produsen bahan baku hingga UMKM minuman kekinian.
Perubahan perilaku konsumen yang semakin peduli pada kesehatan dan lingkungan menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan pasar ini.
Perkembangan Pasar Susu Nabati di Dunia
Data Global Market Insights mencatat nilai pasar susu nabati di tahun 2019 telah mencapai 12 miliar dolar AS (sekitar Rp195,7 triliun). Angka ini diproyeksikan meningkat 11 persen per tahun hingga 2026.
Lonjakan tersebut didorong oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan keberlanjutan lingkungan, tren diet berbasis tanaman, dan inovasi rasa yang semakin variatif.
Baca Juga: Cara Memilih Minuman dengan Kandungan Susu yang Baik: Jangan Tertipu Label!
Sejarah susu nabati sebenarnya sudah panjang. Susu kedelai, almond, dan kelapa sudah dipakai sejak ratusan tahun lalu di berbagai budaya.
Namun, ketika di masa 2000-an produk ini masuk dalam arus utama bisnis global, berkat inovasi merek-merek besar seperti Oatly yang mendobrak citra susu nabati dari produk niche jadi kebutuhan sehari-hari.
Inovasi yang Mengubah Pasar
Konsumen kini semakin selektif. Almond yang sempat populer mulai ditinggalkan karena membutuhkan banyak air dalam proses produksinya. Sebagai gantinya, bahan-bahan seperti pistachio, mete, macadamia, hingga biji bunga matahari mulai naik daun.
Pistachio, misalnya, memerlukan 75 persen lebih sedikit air dibanding almond dan memiliki rasa creamy alami. Merek seperti Tache memanfaatkan potensi ini untuk membangun identitas unik.
Lattini, di sisi lain, mengembangkan susu dari biji bunga matahari yang bebas alergen, sehingga bisa menjangkau konsumen yang alergi kacang.