Menurutnya, pemerintah tidak ingin regulasi hanya menjadi dokumen administratif, tetapi benar-benar menjadi panduan operasional yang dapat menjawab tantangan lapangan.
Kasus keracunan massal yang sempat terjadi dijadikan pelajaran penting untuk menyempurnakan sistem pengawasan dan penjaminan mutu makanan di setiap dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Prasetyo menekankan bahwa regulasi ini tidak akan menghambat jalannya program. Ia memastikan MBG tetap berjalan sambil pemerintah melakukan penyempurnaan tata kelola secara bertahap.
Fokus Pemerintah: Perbaiki, Bukan Hentikan
Baik Zulkifli, Dadan, maupun Prasetyo sama-sama menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana menghentikan program MBG. Sebaliknya, langkah yang ditempuh adalah memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam pelaksanaan di lapangan.
Fokus utama pembenahan mencakup tiga hal:
1. Standar keamanan pangan di setiap dapur SPPG, agar proses pengolahan makanan memenuhi kaidah higienitas.
2. Kualitas bahan makanan, yang harus terpantau dari hulu hingga ke sekolah penerima manfaat.
3. Koordinasi lintas lembaga, agar tidak ada tumpang tindih kewenangan antara pemerintah daerah dan pusat.
Dengan finalisasi regulasi ini, pemerintah berharap pelaksanaan MBG di tahap selanjutnya bisa lebih terukur, akuntabel, dan sesuai dengan prinsip gizi seimbang untuk anak-anak Indonesia.
Proses finalisasi Perpres MBG menjadi bukti bahwa pemerintah berkomitmen menjaga keberlanjutan program gizi nasional dengan memperkuat sistem pengawasan dan akuntabilitas.
Langkah ini sekaligus menjawab kekhawatiran publik bahwa program besar seperti MBG tidak hanya soal memberi makan, tetapi juga memastikan bahwa setiap porsi yang disajikan aman, bergizi, dan tepat sasaran.
Dengan regulasi yang lebih matang dan koordinasi yang solid antarinstansi, program Makan Bergizi Gratis diharapkan menjadi fondasi jangka panjang untuk memperbaiki kualitas gizi dan masa depan anak Indonesia.***