SURATDOKTER.com - Perselisihan yang melibatkan dua sosok publik, yakni Lisa Mariana dan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, memasuki fase yang lebih serius.
Setelah polemik yang mencuat sejak Maret 2025, langkah konkret berupa tes DNA akhirnya dijadwalkan. Rencananya, hal ini akan dilangsungkan di Bareskrim Mabes Polri pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Bukan hanya dua pihak dewasa yang terlibat. Anak perempuan yang disebut dalam klaim Lisa, dengan inisial CA, juga dijadwalkan ikut dalam pemeriksaan. Ketiganya—Lisa, anaknya, dan Ridwan Kamil—akan mengikuti tes untuk memastikan hubungan biologis yang selama ini diperdebatkan.
Baca Juga: Babak Baru Kontroversi Lisa Mariana vs Ridwan Kamil: Tes DNA Bakal Digelar di RSCM
Menurut pengacara Lisa Mariana, Jhonboy Nababan, proses pengambilan dan pengetesan sampel akan dikawal langsung oleh kuasa hukum dari kedua belah pihak.
Namun, ia belum bisa memberikan kepastian apakah Lisa dan Ridwan Kamil akan benar-benar bertatap muka selama proses berlangsung.
Dampak Kesehatan Mental dalam Proses Hukum yang Terbuka
Dalam setiap kasus hukum yang menyangkut klaim hubungan darah, keberadaan anak menjadi titik paling rentan. Meski tes DNA dapat memberikan kepastian secara ilmiah, proses menuju ke sana bisa menimbulkan tekanan emosional, khususnya bagi anak yang belum cukup usia untuk memahami kompleksitas konflik ini.
Bagi anak-anak, menjalani tes DNA bukan sekadar pengambilan sampel. Dalam situasi seperti ini, mereka bisa merasa menjadi pusat perhatian dalam masalah yang seharusnya menjadi urusan orang dewasa.
Tanpa pendampingan yang tepat, pengalaman ini dapat meninggalkan dampak psikologis seperti kecemasan, kebingungan identitas, hingga rasa tidak aman.
Baca Juga: Diduga Korban Longsor di Puncak, Jasad Pria Ditemukan di Ciliwung dan Kini Diuji DNA
Pengacara Lisa mengkonfirmasi bahwa kliennya telah mempersiapkan emosinya. Namun, kesiapan mental anak juga harus mendapat perhatian serius.
Tes DNA dalam konteks publik dan penuh tekanan sosial bisa menjadi beban tersendiri bagi anak, apalagi jika tidak ada dukungan dari profesional seperti psikolog anak atau konselor keluarga.
Di sisi lain, Lisa mengaku memutuskan untuk mengambil jalur hukum karena ingin memperjuangkan kejelasan hak anaknya. Klaim tersebut pertama kali disampaikan melalui unggahan media sosialnya pada Maret 2025, lengkap dengan tangkapan layar percakapan yang menyebut adanya tekanan untuk menggugurkan kandungan.
Dalam upaya menemukan kebenaran, penting untuk mengedepankan keselamatan mental pihak-pihak yang terlibat, terutama anak. Proses hukum yang panjang dan terbuka dapat menyisakan luka batin jika tidak disertai dengan pendekatan yang manusiawi.