SURATDOKTER.com – Sebuah kasus perdagangan manusia yang mengejutkan terungkap di Georgia, di mana sekitar 100 wanita yang bermayoritas berasal dari Thailand, menjadi korban eksploitasi dalam praktik fertilitas ilegal.
Awalnya, mereka dijanjikan pekerjaan sebagai ibu pengganti dengan upah besar. Tetapi pada kenyataannya, mereka dipaksa menjalani prosedur medis tanpa persetujuan.
Para korban direkrut melalui iklan di Facebook yang menawarkan pekerjaan sebagai ibu pengganti dengan bayaran sekitar €17.000 atau sekitar Rp 287 juta.
Tawaran tersebut menarik banyak wanita yang berharap memperoleh penghasilan besar untuk membantu keluarganya.
Dengan janji penghasilan yang menggiurkan, mereka diterbangkan ke Georgia dengan semua biaya perjalanan dan dokumen, termasuk pembuatan paspor, yang ditanggung oleh organisasi yang menjalankan operasi ini.
Namun, setibanya di Georgia, para korban dibawa ke lokasi terpencil dan tidak diizinkan bergerak bebas.
Mereka dipaksa menjalani terapi hormon untuk meningkatkan produksi sel telur mereka. Setiap bulan, mereka harus menjalani prosedur pengambilan sel telur tanpa persetujuan yang sah dan tanpa mendapat perawatan medis yang layak.
Salah satu korban yang berhasil selamat mengungkapkan bahwa mereka diperlakukan layaknya ’ternak’ di sebuah ’peternakan telur.’
Prosedur medis dilakukan berulang kali tanpa mempertimbangkan kondisi kesehatan mereka. Bahkan, beberapa dari mereka tidak menerima bayaran meskipun telah menjalani prosedur menyakitkan tersebut berkali-kali.
Dilansir dari thenewfeminist, jika ada yang mencoba melarikan diri, mereka diharuskan membayar €2.000 atau sekitar Rp 33 juta sebagai biaya pembebasan, yang membuat mereka semakin terjebak.
Baca Juga: Pemulihan Penyakit Jantung Tidak Perlu Operasi Besar, Cukup dengan Penggantian Katup
Kasus ini terungkap setelah salah satu korban berhasil kabur dan melaporkan pengalamannya kepada pihak berwenang di Thailand.
Ia menghubungi Pavena Hongsakula, pendiri Yayasan Pavena untuk Anak dan Perempuan, yang berfokus melindungi perempuan dan anak-anak dari perdagangan manusia. Yayasan tersebut segera berkoordinasi dengan Interpol untuk menyelidiki kasus ini.