• Senin, 22 Desember 2025

Fenomena Kemarau Basah 2025: Fakta, Penyebab, dan Waktu Berakhirnya

Photo Author
- Rabu, 28 Mei 2025 | 14:16 WIB
Ilustrasi untuk fenomena kemarau basah 2025
Ilustrasi untuk fenomena kemarau basah 2025

SURATDOKTER.com - Indonesia dikenal memiliki dua musim utama, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Biasanya, musim kemarau ditandai dengan langit cerah, udara kering, dan minim curah hujan.

Namun, tahun 2025 menjadi berbeda. Saat sebagian besar wilayah seharusnya mulai memasuki musim kering, justru hujan masih turun hampir setiap hari. Fenomena seperti ini disebut dengan istilah kemarau basah.

Fenomena kemarau basah bukanlah sesuatu yang biasa. Dalam kondisi normal, memang masih bisa terjadi hujan namun biasanya hanya berupa gerimis yang keluar hanya sesekali pada saat musim kemarau.

Baca Juga: Kenapa Musim Panas Masih Hujan? Waspadai Dampak Kemarau Basah

Tapi kini, curah hujan bisa mencapai lebih dari 100 mm per bulan, padahal seharusnya hanya di bawah 50 mm. Hal ini menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat: mengapa musim kemarau masih hujan?

Apa Itu Kemarau Basah?

Kemarau basah adalah kondisi di mana hujan tetap turun dengan frekuensi dan intensitas yang cukup tinggi, meskipun periode tersebut masuk ke musim kemarau secara kalender. Biasanya terjadi karena pengaruh iklim global dan regional yang memengaruhi pergerakan awan hujan di wilayah tropis seperti Indonesia.

Yang membuat kondisi ini semakin menarik adalah fakta bahwa meskipun suhu udara terasa panas dan matahari bersinar terik pada siang hari, namun sore dan malam justru sering diguyur hujan deras. Ini yang membuat kemarau basah terkesan kontradiktif, karena panas dan hujan muncul dalam satu rangkaian hari.

Apa yang Menyebabkan Kemarau Basah?

Kemarau basah dipengaruhi oleh berbagai faktor cuaca skala besar, antara lain:

La Niña Lemah

Fenomena La Niña yang terus terjadi dalam intensitas ringan hingga sedang menyebabkan curah hujan di wilayah Indonesia bertambah, meskipun seharusnya musim sudah berganti menjadi kemarau.

Indian Ocean Dipole (IOD) Negatif

IOD negatif menyebabkan suhu permukaan laut di bagian barat Indonesia menjadi lebih hangat. Suhu tersebut meningkatkan proses penguapan air laut kemudian pembentukan awan hujan di atas wilayah Indonesia.

Madden Julian Oscillation (MJO)

MJO merupakan gelombang atmosfer yang bergerak dari barat ke timur dan memicu aktivitas hujan. Ketika MJO aktif melintasi Indonesia, berarti potensi hujan juga naik, meski pada kalender menunjukkan sehatusnya sudah musim kemarau.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: tia mardwi

Sumber: BMKG, katadata.co.id, Detik, kompas, Metro

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Terpopuler

X